Lihat ke Halaman Asli

Kang Marakara

Pengangguran Terselubung

Puisi | Di Saat Daun Berguguran di Hembusan Angin

Diperbarui: 2 Oktober 2019   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Angin berputar menyapa ingin, dahan-dahan bergoyang seiring irama alam, ranting-ranting kecil saling berpegangan dalam diam. Semua sedang menunggu takdir,sehelai daun mana yang akan menjumpai akhir

Sehelai daun pamit dengan nada sendu, tak ada air mata sebagai tanda berpisah, mulut terkatup tak ada suara sebagai pembuka. Saatnya telah tiba, sehelai daun pasrah akan kodratnya, menjumpai kepastian kehidupan yang menemui akhirnya

Selamat jalan daun yang memenuhi janji hidupnya, mengabdi bagi alam tanpa pernah mengharap pamrihnya, siang malam meneduhkan suasana tanpa hiraukan kering pada tubuh yang semakin renta. Aku tak mendengar tangis berkepanjangan, hanya semilir angin yang mengiringi kepergian tak tertunda

Mengapa keikhlasan menjadi mahkota, sedang perpisahan adalah ritual mencabut kebersamaan menjadi kesendirian. Aku masih menangis mengisahkan kisah ini, sedang sehelai daun yang gugur di hembusan angin, melayang ringan menemui takdir. "Tidak perlu iringan duka cita, karena aku kan mengabdi ditempat lain"

Sehelai daun menampar kesadaranku sebagai manusia, kadang pongah memandang dunia dengan angkuhnya, menangis tersungkur hanya karena derita ternyata mencampakan jiwaku rapuh tanpa daya. lebih berhargakah sehelai daun yang pasrah menjemput takdirnya? daun itu menusuk hatiku dengan diamnya

Bagan batu 2 oktober 2019 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline