Politik itu memang cair. Bisa berubah bentuk sesuai suasana dan kondisi yang terjadi.
Bagi anda yang selama ini menjadi pendukung sebuah partai politik dan menjadi pendukung seorang tokoh politik karena garis ideologi dan kesamaan cara pandang dalam menentukan arah masa depan bangsa, siap-siaplah untuk menelan pil kecewa yang pahitnya menghujam menusuk jiwa.
Anda-anda yang selama gelaran pilpres terbiasa memandang kubu seberang sebagai kubu lawan, yang menurut tokoh-tokoh politik dalam setiap kesempatan adalah pendusta, penghianat negara,pencipta kesengsaraan bagi rakyat, penyebab rusaknya tatanan demokrasi, dan masih banyak lagi ujaran-ujaran dari para tokoh politik yang dilontarkan ketika kampanye berlangsung. Bersiap-siaplah terkejut dan lagi-lagi menelan pil pahit untuk kesekian kali.
Pasca pilpres, dan sudah jelas kubu Jokowi-kiai Ma'ruf Amin sebagai pemenang. Ternyata kekuatan-kekuatan politik yang dulu begitu gegap-gempita saling serang dengan narasi-narasi yang kadang-kadang di luar kepantasan sebuah proses di alam demokrasi, kini saling berangkulan membagi-bagi kekuasaan dengan mengatasnamakan rakyat dan negara.
Sebenarnya, masalahnya sangat sederhana. Kita masyarakat awam terlalu memandang pertarungan politik itu sebagai pertarungan antara kebaikan dan keburukan, antara yang benar-benar cinta kepada rakyat dan negara melawan kekuatan politik yang hanya menjadikan politik sebagai alat mengejar kekuasaan semata.
Tapi bagi para politikus, semua itu dianggap sebagai "kompetisi"belaka. Pilpres dan pileg hanya ajang untuk menarik simpati dan menggunakanya untuk meningkatkan nilai tawar bagi tarik-ulur pembagian kekuasaan. Maka tidak heran bila hari ini ada kekuatan politik yang selama ini mencitrakan diri sebagai pengkritik, tidak sejalan, memiliki visi dan misi berbeda, tiba-tiba berangkulan tangan bersatu. lagi-lagi dengan mengatasnamakan sama-sama mementingkan kepentingan rakyat.
Mengaku tidak sepaham tapi kini memberi pujian, mengaku tidak bisa sejalan tapi kini mesra berangkulan. Sejatinya, itulah wajah asli politik kita. semua bisa berubah seiring kesamaan kepentingan untuk kuasa. Ideologi hanya pemanis kata-kata, rakyat dan kepentinganya bisa diolah menjadi sesuatu yang buram dan tidak nyata.
Mega dan Prabowo mesra, poros TK tercipta?
Hangatnya pertemuan Megawati dan Prabowo di jalan Teuku Umar, Menteng Jakarta pusat. Menggemparkan jagat politik tanah air. Pro dan kontra seketika terjadi di semua kalangan. Yang pro memandang pertemuan itu sebagai tanda-tanda bahwa perseteruan yang terjadi akibat proses pilpres sudah hilang dan cair.