Lihat ke Halaman Asli

Sutiyoso Benar: Jokowi Hanya Membius, Belum Menyembuhkan

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai mantan Pangdam Jaya dan mantan Gubernur Jakarta untuk dua masa jabatan, Sutiyoso alias Bang Yos, pastilah sangat mengerti seluk beluk Jakarta dan karakteristik masyarakatnya. Terlalu naïf jika ada yang menganggap mantan Ketum PBSI ini asal “njeplak” ketika beliau berbicara permasalahan ibu kota negara itu.

Selajutnya, mengingat track record beliau yang puluhan tahun berkecimpung dalam birokrasi militer dan pemerintahan sipil, maka terlalu picik pula orang yang menganggap kritik beliau terhadap sepak terjang juniornya, Jokowi, sebagai ekspresi rasa iri.

Sebagai sesepuh yang mengerti persoalan secara geografis dan demografis; tahu prinsip-prinsip manajemendan kepemimpinan; serta paham politik tentulah beliau mampu mengendus dan bisa membedakan mana tindakan pemimpin yang berguna bagi rakyat, mana yang hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri.

Terkait kegemaran gubernur Jokowi blusukan masuk kampong keluar kampong dalam bulan pertama menjabat ini, sepertinya Bang Yos melihat sesuatu yang ganjil. Ganjil karena dari segi kemanfaatannya bagi masyarakat tidak terlalu signifikan. Seperti dikatakan Bang Yos, semua persoalan Jakarta sudah diketahui. Yang diperlukan sekarang adalah action untuk mengatasi masalah, bukan saatnya lagi mengumpulkan masalah.

Meski terdengar sinis, kritikan Bang Yos itu banyak benarnya. Masalah di kota Jakarta ibarat kata pepatah “hilang satu tumbuh seribu”. Selalu akan ada. Tak akan pernah ada hari tanpa masalah di Jakarta. Bila kerja seotang gubernur hanya fokus mencari masalah rakyat maka akan habislah masa jabatan hanya untuk menampung masalah.

Oleh sebab itu kritik Bang Yos perlu didengar.Gubernur Jakarta sekarang harus segera beraksi membuat dan meluncurkan program-program yang terukur dengan urutan prioritas yang jelas.

Mengingat posisi politik Jokowi sekarang ini berada di atas angin, dimana mayoritas rakyat dan pers sepertinya berdiri di belakangnya, maka tidak ada yang perlu dirisaukannya lagi. Dukungan masyarakat yang sudah “over dosis” itu rasanya sudah lebih dari cukup untuk dijadikannya amunisi dalam menyalurkan aspirasi public di DPRD.

Tetapi, kritikan Bang Yos itu justru ditanggapi secara tidak arif oleh Jokowi. Bahwa blusukan adalah gayanya, dan akan terus dilakukannya selama 5 tahun menjabat. Ya sah-sah saja jawaban itu. Lebih sah dan mengagumkan lagi, jika dengan cara blusukan itu, persoalan kronis Jakarta terbukti bisa diatasi.

Sebaliknya, jika blusukan terus dilakukan sementara persoalan Jakarta tak mengalami perbaikan yang signifikan maka Jokowi sebenarnya hanyalah memberikan bius pada rakyat Jakarta.Bius itu bernama “pemimpin yang merakyat”.

Siapa yang memperoleh manfaat dari terbiusnya masyarakat oleh citra “pemimpin yang merakyat” itu?

Ya Jokowi sendiri. Dia akan dicitrakan sebagai pemimpin yang baik, peduli, dan dekat dengan rakyat. Sementara rakyat sendiri, karena terbius, tidak menyadari bahwa keadaan mereka (kesejahteraan) sesungguhnya tidaklah berubah.

Keadaan itu analog dengan tindakan dokter yang memberikan obat analgesik, penurun panas, penenang, atau bius kepada pasien.Keempat jenis obat itu sifatnya sementara tujuannya agar pasien merasa bugar, nyaman, dan tenang. Meski begitu penyakitnya sendiri belumlah hilang.

Semoga, blusukan ala Jokowi itu bukanlah sekedar bius, melainkan ramuan baru yang benar-benar ampuh menyembuhkan penyakit kronis pasiennya yang bernama Kota Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline