Lihat ke Halaman Asli

Pulang Haji Langsung Dicokok Polisi, Miris!

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada-ada saja ulah jamaah haji asal Indonesia.Jika bulan lalu kita dikejutkan oleh tertangkapnya jamaah haji asal Indonesia karena mencopet di Masjidil Haram, hari ini publik kembali (harus) dibuat prihatin oleh ulah jamaah haji kita. Berita yang membuat miris itu dirilis Metro TV dalam Berita Pilihannya malamini (Senin 19/11/2012).

Tersebutlah pasangan suami istri Bukhori dan Sunai jamaah haji asal Jawa Timur yang baru tiba di tanah air sepulang menunaikan ibadah haji.Begitu tiba di asrama haji Sukolilo Surabaya, keduanya langsung digiring dan diperiksa oleh petugas Biro Hukum Kementerian Agama dan penyidik Polda Jatim, selanjutnya dibawa ke Mapolda Jatim untuk ditahan.

Apa kesalahan pasangan suami istri itu? Rupanya saat akan berangkat ke tanah suci sebulan sebelumnya, keduanya kepergok membawa ratusan buku nikah palsu di dalam kopor mereka. Hanya saja saat itu petugas melepaskan mereka untuk memberi kesempatan keduanya menunaikan ibadah haji. Setelah mereka pulang, barulah mereka ditangkap.

Fokus pemeriksaan polisi saat ini adalah untuk mengetahui peran keduanya, apakah keduanya layak dijadikan tersangka atau sebatas saksi.

-----------------------------------------------------

Tentang status pasangan suami istri itu, apakah pelaku utama, kurir, atau saksi korban, biarlah itu menjadi tugas polisi untuk mengungkapnya. Yang menarik bagi kita adalah motif  dan implikasi “ekspor” ratusan buku nikah palsu tersebut.

Dengan logika sederhana, kita pantas menduga bahwa buku-buku nikah itu diadakan atas dasar pesanan. Pesanan siapa? Tentu yang bersangkutanlah yang paling tahu.

Tetapi mengingat buku nikah terkait dengan urusan administrasi sipil suatu negara, tentulah user buku nikah itu adalah warga negara Indonesia sendiri. Boleh jadi para TKI. Boleh jadi juga para jemaah haji atau jamaah umrah asal Indonesia yang berniat melakukan pernikahan di tanah suci.

Siapa pun konsumennya, yang pasti mereka adalah orang-orang yang sanggup membayar mahal untuk buku-buku nikah palsu tersebut.

Bayangkan, jika seratus buku nikah saja terjual dengan harga rata-rata 1 juta rupiah maka total uangnya sudah melebih ONH reguler untuk dua orang. Artinya, jika pasangan suami istri itu berhasil lolos dengan barang “daganganya"  itu maka mereka bukan hanya gratis menunaikan ibadah haji, tetapi juga bisa  meraih untung besar.

Hal yang menarik ditanggapi dari kejadian ini adalah implikasinya. Bayangkan jika ada sepasang TKI bertemu di Arab Saudi lalu  keduanya membeli surat nikah palsu tersebut. Tentu tanpa nikah resmi (ijab kabul) secara agama keduanya bisa menggunakan surat nikah itu untuk mengelabui aparat di Arab Saudi bahwa mereka adalah pasangan suami istri. Buktinya, mereka punya surat nikah.

Bila pasangan TKI tersebut adalah orang yang punya istri atau suami sah di tanah air, maka penjualan buku nikah palsu itu adalah tindakan mendorong orang untuk berselingkuh, berzinah, dan berkhianat pada keluarganya.

Di sinilah kita pantas prihatin dan bertanya. Apa sesungguhnya tujuan beribadah haji? Pantaskah niat beribadah haji disertai dengan niat mencari untung financial (dengan berbisnis)? Akan diterimakah ibadah haji seseorang bila biaya untuk berangkat haji diperoleh dengan cara-cara yang tidak baik?

Wallahu’alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline