Lihat ke Halaman Asli

Kampanye Cagub: Nasi Bungkus Vs Nasi Kotak

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Mudah betul hidup di ibu kota

Tergiur cerita Karto, tetangganya yang pulang mudik saat lebaran, Tarjo pun menyusul Karto menjejakkan kaki di ibu kota. Dengan pertimbangan ngirit ongkos dia pun memutuskan berjalan kaki saja mencari alamat si Karto. Sebab, menurut petunjuk Karto tempat tinggalnya tak jauh dari terminal bus yang ditumpanginya.

Singkat cerita, Tarjo tiba di dekat kerumunan orang di halaman sebuah gedung. Penasaran dia pun menghampiri kerumunan tersebut.

Tiba-tiba salah seorang dari anggota kerumunan, sambil menenteng sebuah bungkusan, berseru. “Nih satu lagi anggota kita belum kebagian” kata si orang asing anggota kerumuman itu sambil menarik tangan Tarjo mengarahkannya ke si pembagi bungkusan.

Meski diliputi rasa heran yang hebat Tarjo nurut saja. Ternyata yang dibagikan adalah nasi bungkus. “Pucuk dicinta ulam pun tiba” seru Tarjo dalam hati. “Sedang lapar begini dapat nasi bungkus.”

Seperti anggota kerumunan lainnya, Tarjo pun segera memakan nasi bungkus tadi di bawah pohon rindang di salah satu pojok gedung tersebut.

Saat sedang makan itulah dia mengungkapkan rasa herannya dengan bertanya kepada orang yang tadi menarik tangannya. “Eh, maaf Mas, ini nasi dari siapa ya?”

“Masa gak tahu sih, Mas? Itu loh, dari Pak Kumis yang sekarang lagi giat-giatnya kampanye nyalon gubernur di ibu kota ini” terang si asing.

“Nah, beliau itu terkenal dan bangga dengan kumisnya. Oleh sebab itu siapa saja orang berkumis yang mau jadi pendukung beliau akan disambut dengan suka cita” tambah si asing.

Barulah Tarjo sadar bahwa ternyata semua orang yang mendapat bagian nasi bungkus tadi adalah lelaki berkumis. Berkumis tebal seperti dirinya.

Sambil tersenyum simpul Tarjo pun memuji tetangganya, Karto, dalam hati. “Benar kata mu Karto! Mudah betul hidup di ibu kota ini” serunya.

“Buktinya sudah ku alami sendiri begitu aku menginjakkan kaki di ibu kota, hari ini juga. Hanya dengan modal kumis tebal saja orang bisa dapat makan dengan mudah dari seorang calon gubernur” pujinya dalam hati.

Hidup di ibu kota harus cerdik

Selesai makan, si asing, teman baru Tarjo menasihatinya. “Di ibu kota ini kita harus cerdik, tetapi jangan fanatik” katanya.

“Tengah hari ini aku makan siang bermodal kumis. Sore nanti aku akan dapat nasi kotak untuk makan malam. Modalnya, ini!” kata si asing sambil memperlihatkan baju kotak-kotak.

“Apa! Kemeja seperti itu bisa jadi modal? Wah baju kotak-kotak begitu sih aku juga punya . Kebetulan ada di rangsel ku ini” seru Tarjo setengah kegirangan.

“Nah, kalo sampeyan mau, sekitar dua jam lagi akan ada kampanye calon gubernur lain di lapangan yang ada diujung jalan itu” papar si asing kepada Tarjo sambil mengarahkan telunjuknya ke salah satu jalan.

“Calon gubernur yang satu itu senang mengenakan baju kotak-kotak. Karena itu semua pendukungnya mengenakan baju serupa. Kalo kamu datang ke situ dengan baju kotak-kotak pasti kamu akan dianggap pendukungnya, karena itu kamu pasti kebagian nasi kotak” kata si asing sambil berucap “Selamat mencoba, semoga sukses” kepada Tarjo.

Penasaran ingin membuktikan kebenaran kata si teman baru, sekali gus ingin menguji keyakinannya bahwa mencari duit di ibu kota itu mudah, Tarjo memutuskan untuk menunda mencari alamat si Karto tetangganya yang akan dijadikannya tempat menumpang itu.

Tiba waktunya, Tarjo yang sudah mengenakan baju kotak-kotak pun menuju lapangan yang ditunjuk si asing tadi. Benar saja, di situ sudah ramai orang berkumpul. Semuanya mengenakan baju kotak-kotak.

Dengan langkah tenang penuh rasa girang, Tarjo melangkah mendekati kerumunan berseragam baju kotak-kotak itu.

Tiba-tiba…

Salah seorang dari gerombalan kotak-kotak itu berseru  lantang sambil menudingkan telunjuk ke arah Tarjo. “Itu dia orangnya, si penyusup itu!”

Sontak semua orang di situ mengarahkan pandangan ke Tarjo. “Benar! Itu penyusup! Hajaaar…! “ teraiak yang lain sambil mengepalkan tinju.

Ada juga yang sudah sempat melemparkan sesuatu ke arah Tarjo. Beruntung tidak mengenai tubuhnya.

Melihat keadaan yang tidak menguntungkan itu, Tarjo sadar bahwa dirinya sedang jadi sasaran kemarahan. Maka tanpa pikir panjang lagi dia pun balik kanan, lari tunggang-langgang.

Di tengah “pelarian safety first-nya” itu Tarjo berpapasan dengan orang yang juga berbaju-kotak-kotak. “Eh, ada apa Mas? Kok lari kayak ketakutan begitu?" tanya orang itu yang suaranya sudah dikenal Tarjo.

Ternyata orang yang menanyai itu tidak lain adalah si asing yang tadi menyarankannya untuk pakai baju kotak-kotak. Tarjo pun berhenti.

“Waduh, Mas! Bagaimana sampeyan ini? Tadi sampeyan bilang dengan baju kotak-kotak aku akan disambut baik. Kenyataannya aku malah mau dihajar habis-habisan” keluh Tarjo kepada si asing.

“Oalah, Mas, Mas…” jawab si asing. “Tadi kan aku sudah bilang, kita harus cerdik”.

“ Memang benar cagub yang satu ini senang dengan baju kotak-kotak. Tapi, dia benci kumis. Itu sebabnya saat pakai baju kotak-kotak ini, aku melepas dulu kumis palsu ku. Nih, lihat aku klimis sekarang” jelas kenalan baru Tarjo yang ternyata memasang kumis palsu saat menerima nasi bungkus dari Pak Kumis.

Tarjo pun hanya bisa bergumam penuh sesal. “Hmmm... nasib, nasib….”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline