Lihat ke Halaman Asli

Said Aqil Siradj Sok Tahu Soal Arwah Teroris Solo

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika dimintai pendapatnya soal tertembaknya dua orang terduga teroris dalam penyergapan Densus 88 di Solo akhir pekan lalu, Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, di Jakarta menyatakan bahwa teroris yang tewas itu bukan mati syahid tetapi mati sangit. Demikian dilaporkan Detik News.Com (Selasa 4-9-2012).

Kata “sangit” dalam kalimat itu secara harafiah artinya aroma menyengat (tidak sedap) yang biasa tercium ketika ada benda-benda tertentu hangus (gosong) terbakar. Dengan begitu Said Aqil Siradj ingin mengatakan bahwa dua orang terduga teroris, Farhan dan Muchlisin, di Solo itu bukan mati dalam kemuliaan (syahid) tetapi mati sia-sia (sangit).

Memang benar bahwa melakukan kekerasan, terlebih membunuh, tanpa “alasan” tidak dibenarkan oleh agama dan peradaban manapun di dunia ini. Tetapi, ada hal yang dilupakan kiyai asal Palimanan, Cirebon, Jawa Barat ini, bahwa yang namanya “alasan” seringkali bersifat subjektif, abstrak, dan berkaitan dengan keyakinan.

Dalam perspektif keyakinan, terlebih keyakinan akan ajaran agama menyangkut pahala dan dosa, syurga dan neraka, tidak satu pun manusia bisa menjadi wasitnya, selain Allah SWT? Bukankah karena alasan “hanya Allah yang berhak menilai keyakinan seseorang” itulah kiyai bergelar Doktor dari University of Umm al-Qura Makkah tersebut sering mengampanyekan pentingnya saling menghargai antar pemeluk agama (agama-agama)?

Kembali ke soal kematian dua terduga teroris di Solo. Kedua anak muda yang masih tergolong remaja itu tentu punya alasan atas perbuatan yang mereka yakini sebagai kebenaran. Tentu dalam konteks ini, kita tidak akan pernah tahu (entahlah jika Said Aqil Siradj?) apakah keyakinan mereka itu benar atau salah di mata Allah SWT. Terlebih keduanya, Farhan dan Muchlisin, sudah tewas sehingga tak mungkin bisa bersaksi (di hadapan manusia lain).

Karena kita tidak tahu tentang status keyakinan mereka di sisi Allah, maka sangatlah naïf, sok tahu, dan arogan jika ada yang berani mengatakan bahwa kematian kedua anak muda terduga teroris itu adalahkematian sia-sia—hanya menghasilkan bau sangit.

Jika motif mereka “berjihad” ingin mendirikan negara Islam, dalam pengertian negara yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyat, bukankah itu sebuah keinginan yang relevan dan mulia jika melihat kondisi negeri kita hari ini?

Selanjutnya, jika motif mereka ingin “membalas dendam” kepada polisi atas tindakan polisi yang sudah banyak menewaskan para tersangka teroris tanpa melalui proses pengadilan, maka motif itu pun tidak sepenuhnya bisa dianggap (oleh siapa pun manusianya) sebagai keyakinan sesat.

Tindakan polisi membunuh para tersangka teroris tanpa proses pengadilan itu, boleh jadi di mata Allah SWT sebagai perbuatan dhalim. Bukankah memerangi kedhaliman adalah perbuatan jihad?

Dengan menyatakan bahwa teroris (Farhan dan Muchlisin) “mati sangit”Ketua PBNU itu sesungguhnya sedang bertindak bertentangan dengan landasan kampanyenya sendiri bahwa “yang berhak menilai benar-salahnya keyakinan seseorang hanya Allah”.

Dalam konteks internal Islam, Said Aqil Siradj, juga sudah masuk jeratan saling “mengkafirkan” sesama umat Islam. Sebab, dengan mengatakan bahwa kematian teroris itu sebagai kematian sia-sia, maka sama artinya mengatakan mereka mati dalam keadaan kafir.

Pernyataanini pada akhirnya, alih-alih menyejukkan dan merangkul kelompok Islam garis keras tetapi justru semakin memojokkanmereka ke dalam “kesakithatian” dan “dendam” yang berkepanjangan.

Wallahu’alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline