Lihat ke Halaman Asli

Hasyim Muzadi: Jangan Tepuk Pantat Orang Arab

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1346633449822476349

[caption id="attachment_210094" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Bukan pentolan NU namanya jika tak menyelipkan gurauan segar dalam setiap ceramahnya. Ciri khas itu pula yang diperlihatkan mantan Ketua Umum PBNU (1999-2009), K.H. Hasyim Muzadi, saat berceramah membahas “Islam dan Nasionalisme” dalam “Damai Indonesiaku” yang ditayangkan TV One Minggu 2 September 2012.

Nasionalisme, kata Cak Hasyim, sama sekali tidak berseberangan dengan Islam. Keduanya sama-sama melihat dan mengakui kemajemukan sebagai sebuah keniscayaan.

Untuk memperjelas maksudnya Cak Hasyim, seperti biasanya, memberikan beberapa contoh. “Orang barat” kata Cak Hasyim “tidak akan marah jika kepalanya di sentuh orang, tetapi jangan lakukan (menyentuh kepala) itu pada orang Indonesia”.

Cak Hasyim memberi contoh lainnya. “Pria Arab,” kata pria kelahiran 1944 itu “justru merasa senang jika jenggotnya di elus-elus orang, tetapi jangan pernah menepuk pantatnya”.

“Jika itu (tepuk pantat) dilakukan pasti terjadi perkelahian. Mengapa? Karena di situlah (pantat) ‘mesin’ (harga diri) mereka” papar Cak Hasyim yang disambut gelak tawa audience-nya.

Esensi cermah K.H. Hasyim Muzadi adalah mengingatkan umat dan elit Islam Indonesia untuk menyadari bahwa jika Al Quran dipahami dengan pikiran jernih maka sesungguhnya tidak ada ruang bagi upaya penyeragaman manusia dalam satu keyakinan.

Di dalam Al Quran tegas disebut adanya golongan mukmin, kafirin, dan musyrikin. Mengapa disebut? Karena, golongan-golongan itu memang ada dan selalu akan ada. Jika di dunia ini hanya ada golongan mukmin saja, tidak ditemukan lagi golongan-golongan lainnya, berarti Al Quran bohong.

Juga, lanjut Cak Hasyim, jika semua orang sudah beriman dan sholeh semua maka masjid, dakwah, dan pengajian-pengajian tidak lagi diperlukan.

Dalam konteks Indonesia hari ini, pandangan-pandangan K.H. Hasyim Muzadi itu sungguh merupakan (ibarat) oase di tengah gurun pasir, menyejukkan dan melegakan. Sayangnya, tidak semua elit Muslim di republik ini sepemahaman dengan beliau.

Kasus penyerangan terhadap penganut Shiah di Sampang merupakan bukti bahwa betapa mudahnya umat Islam akar rumput terhasut oleh isu-isu kemajemukan keyakinan.

Boleh jadi pandangan kiyai yang pernah menjabat Ketua Umum PBNU dua periode itu tak sepenuhnya dipahami oleh umat, sehingga sulit mengakar kuat di tubuh NU—yang mayoritas penganut Islam Sunni—sekali pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline