Lihat ke Halaman Asli

Ribuan Ton Asap Kembang Api Cemari Atmosfer Bumi

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1325399583471538930

[caption id="attachment_160436" align="aligncenter" width="620" caption="Pesta kembang api warni pergantian tahun di Kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat./Admin (KOMPAS Images/Dhoni Setiawan))"][/caption]

Entah dimana, kapan, dan siapa(pastinya) yang memulai tradisi pembakaran kembang api dan petasan dalam perayaan menyambut tahun baru. Yang pasti, sekarang ini, pembakaran kembangapi dalam setiap pesta pergantian tahun seolah sudah menjadi “ritual” wajib.

Tanpa perlu melongok eforia pesta tahun baru di negara lain, kita bisa menyimpulkan bahwa demam membakar kembang api sudah menjangkiti mayoritas penduduk bumi dengan melihat kelatahan masyarakat di negeri kita sendiri.

Sejak seminggu menjelang tanggal 31 Desember, di tempat-tempat strategis di setiap kota besar maupun kecil negeri ini (kecualidi Aceh, mungkin) sudah dipenuhi penjual kembang api. Maka jadilah malam 31 Desember itu sebagai malam yang memekakkan telinga, penuh kabut dan aroma mesiu.

Satu hal yang sebenarnya sudah diketahui (terutama oleh para ahli lingkungan), tetapi cenderung diabaikan, adalah bahwa pembakaran kembang api menghasilkan bahan pencemar udara yang berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan.

Kembang api terdiri dari dua komponen pokok: pengoksidasi (oxidizers) dan pereduksi (reducing agents). Bahan pengoksidasi yang lazim dipakai adalah natrium nitrat (NaNO3) dan kalium klorat (KClO4). Adapun pereduksinya adalahsulphur (S) dan arang karbon (C).

Setiap satu (porsi) natrium nitrat dibakar akan dihasilkan 1,5 porsi oksigen (O2) dan setiap satu porsi kalium klorat dibakar dihasilkan 2 porsi oksigen (O2). Lihat persamaan reaksi di bawah ini.

2NaNO3 (s) ---> 2NaNO2 (s) + 3O2 (g)

KClO4 (s) ---> KCl(s) + 2O2 (g)

Oksigen (O2) yang terbentuk tadi kemudian direduksi oleh sulphur (S) dan arang (C) menjadi gas belerang/sulphur (SO2) dan gas karbon dioksida (CO2) sesuai persamaan reaksi berikut.

O2 (g) + S (s) --->SO2(g)

O2 (g) + C(s) --->CO2(g)

Catatan:

  • SO2 adalah gas penyebab hujan asam karena SO2 dapatbereaksi dengan uap air membentuk asam sulfat
  • CO2 adalah gas yang biasa disebut gas rumah kaca (green house gas) dapat memerangkap panas sehingga menimbulkan efek rumah kaca (green house effect) yang berakibat meningkatnya suhu atmosfer.

Jika negara miskin seperti negeri kita saja menghabiskan sedikitnya 10 ton kembang api, dengan asumsi perbandingan nitrat dan klorat sama besar, maka kita menyumbang pencemar ke udara berupa gas belerang (SO2) sebanyak 7,5 ton dan gas karbondioksida (CO2) sebanyak 10 ton.

Bayangkan, bila di seluruh dunia ada 150 negara saja membakar kembang api sejumlah itu maka sedikitnya 1125 ton gas sulfur dan 1500 ton karbondioksida lepas ke atmosfer hanya dalam semalam.

Paparan diatas baru menyangkut bahan peledak kembang api saja. Untuk menimbulkan cahaya yang berwarna warni saat kembang api meledak di udara, maka pada bahan-bahan dasar ditambahkan lagi bahan-bahan logam (metal).

Contoh senyawa logam yang biasa digunakan sesuai warna yang diharapkan adalah:

  • Copper acetoarsenate untuk menghasilkan warna biru
  • Lithium carbonate untuk menghasilkan warna merah
  • Strontium carbonate untuk menghasilkan warna merah cemerlang (brilliant red)
  • Barium chloride untuk menghasilkan warna hijau.

Penting diingat, sisa pembakaran senyawa-senyawa logam itu adalah partikel padatan yang tersuspensi di udara. Partikel padatan itu bila terhisap pernapasan, dia akan mengendap di paru-paru.

Di atmosfer partikel padatan itu bisa menjadi penghambat sinar matahari. Mungkin ini lah yang menyebabkan matahari di kota tempat tinggal saya, pada hari minggu tanggal 1 Januari 2012,  seakan enggan bersinar (mendung tidak cerah pun tidak).

Itulah sekedar ulasan ringan mencermati dampak sebuah hajatan besar yang bernama pesta menyambut tahun baru.

SELAMAT TAHUN BARU

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline