Lihat ke Halaman Asli

Kasus Mesuji Bisa Saja Hanya Pengalihan Isu, Kata Nasir Djamil Wakil Ketua Komisi Hukum DPR

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Kami ingin dapat informasi sebenarnya seperti apa, informasi yang kami terima ingin diklarifikasi, kenapa muncul sekarang kan kejadian lama. Apa ada upaya pengalihan isu?" demikian penjelasan Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Nasir Dajmil, kepada wartawan di Gedung DPR/MPR 16 Desember 2011 tentang misi tim pencari fakta DPR sebagaimana dikutip dari Tempo Interaktif 17 Desember 2011.

Tentu bukan maksud politisi PKS itu untuk mengatakan bahwa tragedi Mesuji sebagai kasus kecil yang tidak penting. Melainkan, melihat tenggat waktu antara kejadian peristiwa dengan mencuatnya kehebohan tentang kejadian tersebut terdapat kejanggalan.

Kecurigaan Nasir Djamil cukup logis: mengapa baru heboh sekarang sementara kejadian sudah berlangsung "berseri" sejak 2009.

Tertutupnya kasus pelanggaran HAM berat di Mesuji tahun 2009, tahun 2010, April 2011, dan terakhir November 2011 menunjukkan bahwa "manajemen" informasi rahasia di tangan aparat berwajib di kedua daerah Sumsel dan Lampung sangatlah rapih.

Jika ketertutupan yang nyaris sempurna itu sekarang terbongkar tentulah ada apa-apanya. Apa-apanya itu bisa bermacam-macam motifnya a.l.:

1. Pengalihan isu dari kasus lain seperti: kasus Century, kasus Lapindo, kasus Nunun, kasus Angie, atau bahkan kasus Sondang. Ini sudah cukup berhasil, setidaknya dalam 4 hari terakhir hanya kasus Mesuji yang mendominasi pemberitaan.

2. Persaingan internal di dalam institusi berwajib di kedua daerah konflik bersangkutan. Nah jika ini motifnya, nampaknya peluang berhasilnya cukup besar. Sebab dengan mencuatnya kasus ini kemungkinan besar akan ada kursi Kapolda, Kapolres, atau Kapolsek yang bakal lowong di Sumsel dan Lampung.

3. Boleh jadi ada pihak-pihak pemegang rahasia (video dan foto) kejadian merasa tidak mendapat imbalan sebagai mana mestinya dari "klien" (entah itu dari pihak perusahaan atau dari pihak penguasa daerah bersangkutan), sehingga mereka  merasa perlu "berkhianat" dengan membuka rahasia.

Untuk itulah kerja tim pencari fakta harus mengungkap terlebih dulu siapa pelaku perekaman dan pemilik rekaman video dan foto kejadian tersebut. Merekalah yang tahu pesis kejadian tersebut dan mereka pulalah yang bisa menjelaskan mengapa pengungkapan kasus ini terkesan lamban dan tertutup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline