Lihat ke Halaman Asli

Rakyat Kecil Lebih Banyak yang Korup

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika membicarakan korupsi, yang dibayangkan orang adalah perbuatan kaum elit yang memiliki jabatan/kekuasaan dalam bentuk: mark up nilai proyek, menciptakan proyek fiktif, perjalanan fiktif, atau menerima suap. Yang terlupakan adalah korupsi itu bukan soal tinggi rendahnya jabatan/kekuasaan, bukan soal besar kecilnya angka yang di korup, bukan pula soal status kekayaan yang diselewengkan –apakah uang Negara, perusahaan, atau pribadi, melainkan soal mentalitas.

Kalau sudah bermental korup, maka apa pun peran sosial/ekonomi yang dimilikinya akan selalu dimanfaatkan untuk keuntungan dirinya sendiri. Berikut adalah contoh beragam perbuatan oknum masyarakat yang acap mengklaim dirinya sebagai wong cilik(atau dikategorikan sebagai rakyat kecil oleh kaum elit) yang bermental korup.

Profesi/Usaha

Perilaku korup yang lazim

Montir/Bengkel

ØGanti oli motor.Pelanggan disodori oli 1000cc dan harus membayar harga sesuai volume itu, tetapi kenyataannya yang dituangkan ke dalam mesin hanya 800cc karena memang itu kapasitasnya, tetapi kelebihan 200cc disimpan oleh pemilik bengkel.

ØSpare part asli ditukar dengan sparepart abal-abal. Ini biasanya terjadi ketika kendaraan harus ditinggalkan si pemilik di bengkel selama perbaikan.

ØKerusakan ringan dikatakan rusak parah dan harus ada penggantian sparepart. Karena pemilik tidak mengerti seluk beluk mesin, maka dia percaya saja dan terpaksa membayar di luar yang seharusnya.

Sopir/kondektur/petugas kontrol

ØSopir truk mengganti ban dengan ban baru produk vulkanisir yang harganya separuh dari hari harga ban baru orisinal.

ØSopir menyodorkan nota pembelian BBM yang volumenya di “mark up”.

ØKondektur bus antar kota menarik ongkos penumpang tanpa tanda bukti (tiket/karcis), dilaporkan tidak ada penumpang di luar jumlah tiket yang terjual.

ØPetugas kontrol diberi uang “tutup mulut” oleh kondektur agar mau mengesahkan bahwa bus sepi penumpang meski sebenarnya penumpang berjubel.

ØSupir expedisi sepulang dari mengantar barang pelanggan, membawa muatan ketika kembali, uangnya ya dinikmati sendiri dan disebut sebagai seseran. Padahal tindakannya itu merugikan perusahaannya (untuk BBM dan risiko kerusakan kendaraan jadi tanggungan perusahaan)

Tukang bangunan

ØTukang harian, dengan kontrak kerja dari pukul 8.00 hingga pukul 17.00. Datangnya tepat waktu pukul 8.00, tetapi setiba di tempat kerja dia harus ganti pakaian dulu, ngopi dulu, merokok dulu, dan kadang harus mengasah peralatan terkebih dulu. Akhirnya efektif bekerja mulai pukul 9.00. Nantisekitar pukul 16.30 dia sudah membereskan peralatannya, sehingga pukul 17.00 menjadi jam pulang on time-nya.

ØTukang borongan, karena ingin cepat selesai kerjanya ngebut, tetapi kualitas kerjaaannya biasanya rendah: keramik terpasang kurang rata, adukan semen tidak rata, atau pasangan bata yang tidak lurus sehingga bahan untuk plester menjadi lebih boros.

Petani

ØDi daerah asal saya mayoritas penduduk adalah petani karet. Agar bobot karet beku yang mereka cetak menjadi lebih berat, maka ke dalam getah cair yang akan dibekukan tadi dimasukkan beragam bahan yang bisa menambah bobot. Tentu saja tindakan itu mengurangi kualitas karet.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline