Lihat ke Halaman Asli

Anak Ayam 18 Juta: Ketika Harta Lebih Bermakna Ketimbang Rasa

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dua bocah kelas dua SMP di Pade Kembang, Tasikmalaya, disidangkan atas dakwaan “mencuri” dua ekor anak ayam milik tetangganya. Dua bocah yang masih berusia 13 tahun itu, Ivan dan Rama, terpaksa menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tasikmalaya setelah orang tua mereka tidak mampu memenuhi tuntutan ganti rugi sebesar 18 juta rupiah yang diajukan si pemilik ayam. Itulah salah satu isu terbaru wajah keadilan hukum di negeri ini.

Terlepas dari bagaimana teknis dan kronologi serta motif perbuatan yang dilakukan oleh kedua anak di bawah umur tersebut, dalam konteks sosial kemasyarakatan ada hal menarik untuk dipertanyakan.

1.Kepada si penuntut
•Kemana hati nurani si pemilik ayam hingga tega “memeras” orang tua tertuduh yang notabene masih tetangganya sendiri?

•Mana yang lebih berharga di matanya, uang 18 juta rupiah(nilai ayam yang tidak logis) atau nilai kekerabatan antar tetangga?

•Andai orang tua tertuduh mampu membayar tuntutan sebesar itu, adakah si penuntut merasa halal memakan uang tersebut?

•Akankah dia layak berbangga bahwa dia termasuk orang bermartabat karena pintar dalam menyiasati seluk beluk hukum?

2.Kepada penegak hukum
•Andaikan tuntutan ganti rugi yang tidak masuk akal itu bukan gagasan murni si pemilik ayam berarti ada pihak ketiga yang campur tangan. Taruhlah itu oknum penyidik. Pertanyaannya sama, dimana hati nurani penyidik tersebut?

•Bukankah setiap penyidik mengetahui bahwa hukum diciptakan untuk kemaslahatan bersama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara?

•Bukankah lebih bijak mendamaikan kedua pihak yang bertetangga, bahkan mungkin masih kerabat, itu ketimbang memanaskan suasana dengan mneruskannya ke pengadilan?

•Kasus serupa sudah beberapa kali berulang dan selalu pihak penegak hukum menjadi sorotan public. Mengapa para penegak hukum polisi, jaksa, dan hakim tidak belajar dari pengalaman kasus serupa?

•Mengapa mereka tidak menjadikan umur si pelaku, status pelaku yang masih pelajar, dan keadaan (kurang mampu) orang tua mereka sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan patut/tidak patutnya perkara tersebut dimeja-hijaukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline