Lihat ke Halaman Asli

Final LCA: Sukses Al Sadd dan Bergeraknya Kembali Sang Pendulum

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Babak final Liga Champions Asia baru saja usai. Klub Qatar Al Sadd SC berjaya merebut trofi antarklub paling bergengsi di benua Asia ini dengan menjungkalkan wakil Korea Selatan Jeonbuk Hyundai Motors FC melalui drama adu penalti, setelah dua kali 15 menit perpanjangan waktu skor tetap sama kuat 2-2. Tos-tosan 12 pas itu sendiri dimenangi wakil Asia Barat tersebut dengan 4 tembakan masuk berbanding 2, di mana penjaga gawang Mohammad Saqer bermain sangat bagus dalam usahanya menggagalkan tendangan 4 algojo dari wakil Asia Timur ini.

Mengenai jalannya pertandingan, boleh dikata Al Sadd sangat beruntung karena gawangnya tidak dibanjiri gol oleh lawannya. Dalam tayangan yang terpaksa saya tonton melalui kanal televisi asing ini, pemain-pemain Jeonbuk terlihat benar-benar mendominasi jalannya laga khususnya ketika memasuki babak perpanjangan waktu. Sedikitnya terdapat dua peluang yang menurut saya 100 persen menjadi gol untuk keunggulan Jeonbuk seandainya kiper Al Sadd tidak bermain cemerlang.

Dengan direbutnya trofi bergengsi oleh klub dari kawasan Timur Tengah tersebut, maka terdapat dua hal yang menurut saya layak untuk diperhatikan. Yang pertama adalah aspek kedalaman skuat klub-klub dari negara petrodollar. Suksesnya Al Sadd menurut saya tidak terlepas dari dikontraknya pemain-pemain yang pernah merumput di liga papan atas Eropa seperti Mamadou Niang (eks Fenerbahce), Abdul Kader Keita (eks Galatasaray), dan Nadir Belhadj (eks Portsmouth). Walaupun dalam laga final ini Al Sadd terlihat kalah dominasi, tetapi aksi-aksi individu dan mental bermain dari Niang, Keita, dan Belhadj terbukti dapat membuat perbedaan yang berujung pada hasil positif, mengingat dalam final tersebut mereka bermain di bawah tekanan puluhan ribu suporter Jeonbuk yang memadati hampir seluruh tribun di Jeonju World Cup Stadium.

Kemudian yang kedua adalah aspek perimbangan kekuatan antara sepakbola Asia Barat dan Asia Timur. Sampai dengan akhir dekade 90-an sama-sama kita ketahui bahwa Asia Barat relatif lebih unggul baik dari sisi kualitas permainan maupun prestasi. Contohnya adalah Arab Saudi. Baik tim nasional maupun klub-klubnya sangat dominan dalam kompetisi-kompetisi regional. Namun mulai milenium ketiga, dominasi sepakbola Asia lain lagi ceritanya. Bermula dari Piala Dunia 2002 yang melambungkan Tim Nasional Korea Selatan setinggi langit, kekuatan sepakbola Asia secara perlahan-lahan mulai bergeser ke belahan timur. Contoh paling mutakhir adalah nihilnya keikutsertaan tim nasional dari negara-negara Arab di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan dan ditambah sukses yang sangat membanggakan dari Tim Nasional Jepang yang merebut trofi Piala Asia 2011 dan trofi Piala Dunia Wanita 2011.

Jadi, akankah pendulum sepakbola Asia kembali bergerak ke arah barat? Menarik untuk kita tunggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline