Lihat ke Halaman Asli

FX HendroW

Karyawan

Masih Mager

Diperbarui: 20 April 2019   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi sudah kembali lagi, sujud syukur kuhaturkan sebesar besarnya untuk rejeki yang berlimpah di pagi hari ini. Udara yang masih bisa kuhirup, bau kopi yang sengaja digoreng ibu di dapur yang tak jauh dari tempatku bersandar dari semalam dan kilauan cahaya oranye dari ufuk timur yang mencoba untuk turut serta memberi warna dipagi hari ini.
Udara masih dingin.

Bersiap aku beranjak tanpa mencoba untuk melipat sarung hitam yang melindungiku dari sengatan dinginnya udara dimalam hari tadi.
Kucoba untuk melakukan pemanasan dari mulai kepala sampai dikaki agar badan tidak terasa kaku dan bisa memulai aktifitas pagi ini.
Rumah kami berada ditengah-tengah kebun kopi milik ayah yang tidak seberapa luasnya.

Lalu aku mulai melangkahkan kaki ini menuju ke ruang belakang, bau khas kopi yang harum semakin terasa. Semakin mendekat kearah kamar mandi yang letaknya persis disebelah dapur.
" Wah, kamu baru bangun nak?"
" Jam berapa kamu tidur tadi malam?"
" Kalau seperti ini terus tiap hari, ayah dan ibu tidak dapat berharap apapun dari kamu!"
"Emang kamu mau jadi apa?"
Aku hanya tersenyum tanpa berani lagi untuk mencoba menyahut protes ibu, aku sadar karena kusalah.
Berat langkah kaki ini melanjutkan menuju ke kamar mandi, sambil berpura-pura menggaruk kepalaku dan kemudian mengangguk dan nyengir sedikit dihadapan ibuku, dengan langkah seribu langsung masuk kamar mandi.
" Slamet-slamet dari cecaran ibu", ucapku dalam hati.
" Kenapa juga mata ini lambat untuk melek padahal tadi malam juga tidur jam 8 malam, tidak lebih dan tidak kurang, tapi bangun kok tetap saja kesiangan, apes deh", gerutuku sendiri.
Cepat-cepat kuambil gayung dan meraih air yang ada didalam bak penampungan untuk sesegera mungkin dibasuh ke muka supaya dapat langsung segar.
Setelah semua beres, bergegas aku menuju ketempat ibu yang masih dengan sigap menggoreng kopi untuk keperluan malam nanti.
Kucium tangannya yang mulai keriput dan dengan sigap meraih kayu yang beliau pakai untuk mengaduk kopi yang digorengnya diatas wajan besar.
" Dasar kamu le, ada saja ulahmu yang bisa langsung buat ibu senyum", ujar ibu sambil menyerahkan kayu pengaduk itu.
" Nanti kalau sudah selesai langsung makan dulu ya le, ada nasi sama lauk diatas meja sudah ibu siapkan khusus buat kamu, pokoknya makanan kesukaanmu buat obat rindu setelah lama ngekost sendiri khan?" jelas ibu sambil mengusap usap rambutku.
Aku hanya tersenyum dan kemudian membalasnya " sudah bersyukur aku disekolahkan ibu sama bapak,  saatnya aku gantian memberi yang terbaik buat ayah dan ibu, tapi pagi ini aku betul-betul mager bu (malas gerak), aku pengen lama tidur dikasurku dulu sebelum besok pagi berangkat kembali", ucapku kemudian.
" Kamu kaya adikmu saja yang masih kecil, yang masih kangen sama ibu bapak kalau pergi ketempat nenekmu", seru ibu sambil tersenyum.
" Tapi inikan beda bu?" protesku kepada ibu.
" Yang beda?" tanya ibu.
" Aku hanya bisa pulang nanti ketika aku sudah menyelesaikan studiku, bukan seperti kemarin yang kuliah dekat tempat kerjanya ayah dan bisa pulang setiap hari walaupun tanpa ngekost?" ujarku.
" Walah, paling juga nanti kalau disana sudah ketemu sama gadis bule yang cantik, kamu akan jarang telpon ibu sama ayah lagi, iya gak?"
goda ibu kemudian.
Aku langsung tertawa terbahak-bahak, yakin bu heheheh.......

20 April 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline