Oleh: Kanaya Aghya Amodya Pradipta | Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Airlangga
Kamis, 20 Juni 2022
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Indonesia tidak lagi menjadi fenomena, namun sudah menjadi fakta yang dikenal di manapun baik di tingkat pusat, daerah serta tingkatannya. Secara tidak langsung, KKN merupakan penyakit sosial dimana pelaku menyalahgunakan kewenangannya untuk terus memanfaatkan uang dan tenaga rakyat serta dengan mudah dilimpahkan kepada pihak lain yang segolongan. Sekarang, tak terbantahkan bahwa praktik KKN telah menjadi tradisi dan budaya yang eksistensinya merambah pada masyarakat dan sistem birokrasi Indonesia, dari tingkat pusat hingga kekuasaan paling bawah.
United Nations Office on Drugs and Crime menyatakan bahwa setidaknya ada beberapa kendala atau kabar buruk bagi upaya pemberantasan korupsi di dunia, termasuk di Indonesia dan daerah. Kabar buruk tersebut antara lain:
- Minimnya dana yang diinvestasikan pemerintah untuk program pemberantasan korupsi,
- Rendahnya insentif dan gaji pejabat publik, dan
- Kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Good governance dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai yang mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah-masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut ke dalam tindakan kehidupan sehari-hari. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa good governance tidak hanya terbatas pada birokrasi pemerintah, tetapi juga menyangkut masyarakat sipil yang dihadirkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan juga menyangkut sektor swasta.
Keberhasilan penyelenggaraan good governance sangat tergantung pada tiga pilar utama. Tiga pilar tersebut (BAPENAS, 2005) adalah Pemerintah (Good Public Governance), Dunia Usaha Swasta (Good Private Governance), dan Masyarakat (Civil Society).
Kunci utama untuk memahami good governance adalah pemahaman tentang prinsip-prinsip di dalamnya. Tata pemerintahan yang baik dan buruk dapat dinilai jika telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip tata Good Governance:
- Partisipasi Masyarakat
- Tegaknya Supremasi Hukum
- Transparansi
- Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha
- Berorientasi pada Konsensus
- Kesetaraan
- Efektifitas dan Efisiensi
- Akuntabilitas
- Visi Strategis
Upaya untuk mewujudkan good governance ini telah dilakukan, antara lain diwujudkan dalam Tap MPR Nomor XI/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan dalam UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3. Kedua peraturan ini merupakan langkah awal reformasi di bidang penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik.
Reformasi peraturan perundangan tentang korupsi secara khusus telah dilakukan dengan dicabut dan digantikannya UU Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan yang terakhir adalah UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komitmen untuk memberantas korupsi kemudian dipertegas melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H