Jakarta, 18 November 2024 -- Perkara pidana 758/Pid.B/2021/PN Jkt.Sel yang melibatkan terdakwa Prasetyo Adi Nugroho, Supriyanto, S.E., dan Hikmat Hayat menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Tim kuasa hukum terdakwa menuding Jaksa Muda Yerich Mohda, S.H., M.H., melakukan pelanggaran prinsip keadilan dengan merekayasa fakta hukum.
Priagus Widodo, S.H., selaku salah satu kuasa hukum terdakwa, mengungkapkan bahwa tindakan jaksa dinilai melanggar Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa.
"Kami menemukan indikasi kuat bahwa fakta hukum dalam perkara ini telah direkayasa. Jaksa tidak hanya gagal menghadirkan bukti yang memadai, tetapi juga mengabaikan fakta yang menunjukkan bahwa klien kami tidak bersalah," tegas Priagus Widodo.
Dalam dakwaan, klien mereka dituduh melanggar Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 372 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan penipuan. Namun, fakta persidangan menunjukkan bahwa terdakwa tidak pernah menerima aliran dana atau keuntungan dari tindakan yang didakwakan.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan klien kami memiliki niat jahat atau mens rea. Bahkan, dalam perkara ini, klien kami adalah korban yang justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu," tambah Priagus.
Kasus ini semakin kontroversial karena majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyebut dakwaan jaksa bersifat imajiner. Terdakwa lain dalam perkara ini, seperti Eki Sairoma Situmeang, Ade Maulana, Wan Muhammad Robby Minaldi, dan Ratudin Ali, justru dinilai lebih terlibat dalam rangkaian perbuatan yang merugikan korban utama.
"Jaksa seharusnya mengejar pelaku utama dan mengusut aliran dana secara tuntas. Namun yang terjadi, klien kami malah dijadikan kambing hitam tanpa dasar yang jelas," ujar Priagus.
Jaksa juga dituding tidak serius dalam menjalankan tugasnya dengan mengandalkan kesaksian Caroline, saksi de auditu yang tidak memiliki legalitas sah sebagai Legal Manager PT. Dima Investindo.
"Kesaksian Caroline dipenuhi ketidakkonsistenan dan seharusnya tidak dapat digunakan sebagai dasar dakwaan. Sayangnya, jaksa tetap memakainya, menunjukkan betapa lemahnya proses peradilan dalam kasus ini," jelas Priagus.
Tim kuasa hukum mendesak agar pengadilan memeriksa ulang fakta-fakta yang telah diungkap di persidangan dan mempertimbangkan semua bukti secara objektif. Mereka juga menyerukan agar Jaksa Agung mengambil langkah tegas terhadap dugaan pelanggaran etik oleh jaksa dalam perkara ini.