Kasus hukum yang melibatkan Doni Salmanan kembali menjadi sorotan setelah Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung melaksanakan eksekusi terhadap aset yang dirampas. Eksekusi ini mencakup uang tunai sebesar 7,5 miliar rupiah dan 1.300 USD (setara 20,8 juta rupiah) yang disetor ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu, sejumlah aset berharga lainnya seperti jam tangan, laptop, kamera, pakaian, motor sport, super car, dan dua unit rumah akan dilelang. Hasil lelang ini juga akan dimasukkan ke dalam kas negara sebagai PNBP.
Eksekusi tersebut dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap. Doni Salmanan, yang dikenal sebagai seorang Youtuber yang kerap memamerkan kekayaan dari hobinya mengoleksi motor sport dan super car, terbukti mendapatkan keuntungan melalui skema deposit para anggotanya lewat sistem referral, bukan dari hasil murni trading binary option seperti yang diklaimnya.
Praktisi hukum, Irfan Maulana Muharam, dalam wawancara menyampaikan pandangannya terkait putusan tersebut. Ia menegaskan bahwa keputusan ini tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat pencari keadilan.
"Keadilan yang diharapkan para korban tentunya adalah pengembalian uang mereka, meskipun tidak utuh 100%. Setelah menunggu selama dua tahun, apakah para pencari keadilan sudah mendapatkan keadilan?" ujar Irfan Maulana.
Dari mulai putusan Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, Irfan menilai bahwa tidak ada satu pun putusan yang berpihak pada para korban. Bahkan, ia menyebut bahwa awalnya jaksa menuntut Doni dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda 10 miliar rupiah serta pengembalian aset kepada korban. Namun, putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung hanya memberikan hukuman empat tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah, dengan pengembalian aset kepada Doni Salmanan.
"Putusan ini jelas tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat," tegas Irfan Maulana.
Dalam pandangan Irfan, peranan hakim dalam upaya memenuhi rasa keadilan sangat penting. Ia mempertanyakan apakah pengadilan masih layak disebut sebagai tempat pencari keadilan jika keputusan yang dihasilkan tidak memihak pada korban.
"Jika para hakim tidak mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat, apakah masih layak hakim disebut sebagai wakil Tuhan di bumi ini?" tambahnya.
Irfan juga menyoroti bahwa putusan yang mengarahkan hasil lelang barang-barang Doni Salmanan masuk ke kas negara melalui PNBP justru menguntungkan negara, bukan korban.
"Negara diuntungkan atas penerimaan uang kas dari hasil kejahatan Doni Salmanan. Apakah ini adil bagi korban? Bukankah negara seharusnya melindungi hak-hak warga negara?" tanyanya.