- Kasus video syur yang melibatkan Audrey Davis, anak musisi David Bayu, mantan vokalis grup band Naif, sedang memasuki tahap awal pemeriksaan terhadap penyebarnya. Hal ini menimbulkan diskusi tentang perbedaan perlakuan hukum terhadap para pemeran dan penyebar video, mengingat kasus serupa sebelumnya seperti yang melibatkan Ariel, Gisella, dan Rebecca Kelopor.
JakartaMenurut Sururudin, SH, LL.M, seorang ahli hukum, terdapat perbedaan signifikan dalam perlakuan hukum terhadap kasus-kasus video syur ini. "Dalam kasus video syur, perempuan yang menjadi pemeran cenderung dilindungi oleh undang-undang karena dianggap sebagai korban," jelas Sururudin.
Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak
Dalam beberapa kasus, seperti yang melibatkan Gisella, Cut Tari, dan Luna Maya, para pemeran perempuan sering kali hanya diperiksa sebagai saksi, bukan sebagai tersangka. "Undang-undang lebih mengedepankan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. Ini adalah perspektif yang dominan dalam penegakan hukum kita," tambah Sururudin.
"Penegak hukum lebih dominan dalam melindungi perempuan atau wanita. Penyebar video yang dianggap paling bertanggung jawab, dan inilah yang membuat laki-laki lebih sering menjadi tersangka," kata Sururudin.
Penyebaran Video yang Melanggar Hukum
Sururudin menjelaskan bahwa pembuatan video syur itu sendiri tidak melanggar hukum, tetapi penyebarannya yang dianggap ilegal. "Pembuatan video syur tidak dilarang, tetapi penyebarannya yang melanggar hukum. Penyebarlah yang akan menjadi tersangka karena dia bertanggung jawab atas tersebarnya video tersebut," tegasnya.
Perspektif Keadilan
Ketika ditanya tentang keadilan dalam perlindungan hukum ini, Sururudin memberikan pandangannya. "Menurut saya, ini tentu tidak adil karena seharusnya tanggung jawab penyebaran video ditanggung secara berimbang oleh kedua belah pihak yang terlibat. Namun, sistem patriarki di negara kita seringkali menempatkan laki-laki sebagai pihak yang dominan dan bertanggung jawab," jelasnya.
Ancaman Hukum bagi Penyebar