Lihat ke Halaman Asli

Ungky

Penulis

Deolipa Yumara: Mintarsih Bisa Abaikan, Putus PN Selatan Cacat Hukum?

Diperbarui: 31 Juli 2024   04:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolase Deolipa dan Mintarsih, dokumen pribadi.

Publik sedang dihebohkan dengan kasus kepemilikan saham Mintarsi yang dibuang secara misterius oleh PT Bluebird, dan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang mengabulkan permintaan PT Bluebird agar seluruh gaji, honor, dan Tunjangan Hari Raya (THR) yang sudah diberikan kepada Mintarsi selama bekerja di PT Bluebird dikembalikan. Total nilai yang harus dikembalikan mencapai Rp40 miliar, ditambah dengan kerugian non-material sebesar Rp100 miliar, sehingga totalnya menjadi Rp140 miliar.


Mintarsi adalah ahli waris dari pendiri Bluebird, Djokosoetono, dan menjadi salah satu pemilik saham perusahaan. Namun, sahamnya dihilangkan secara misterius, dan keputusan pengadilan ini menimbulkan rasa ketidakadilan yang mendalam.

Praktisi hukum Deolipa Yumara menyampaikan pandangannya terkait putusan ini. "Ini adalah keputusan yang bertentangan dengan undang-undang. Gaji, honor, dan THR adalah hak pekerja yang tidak bisa diminta kembali setelah diberikan," ujarnya.

Menurut Deolipa, undang-undang ketenagakerjaan jelas menyatakan bahwa upah yang sudah diberikan tidak dapat diambil kembali. "Jika putusan ini dilaksanakan, berarti masa kerja Mintarsi seolah-olah tidak diakui. Ini jelas melanggar prinsip dasar keadilan dan hak pekerja."

Deolipa juga menegaskan bahwa Mintarsi memiliki hak untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan ini. "Mintarsi dapat mengajukan PK dengan dasar novum, bukti baru yang dapat berupa keterangan resmi dari Menteri Tenaga Kerja yang menyatakan bahwa gaji dan tunjangan yang sudah diberikan tidak boleh diminta kembali."

Ia menambahkan, "Penjelasan dari Menteri Tenaga Kerja dapat menjadi dasar kuat untuk PK. Kementerian pasti akan menyatakan bahwa gaji dan tunjangan yang sudah dibayarkan tidak bisa diambil kembali, sesuai dengan undang-undang yang berlaku."

Kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai pemahaman hakim terhadap undang-undang ketenagakerjaan. "Seharusnya, setiap hakim mengerti dan mematuhi undang-undang dalam setiap keputusannya. Keputusan yang bertentangan dengan undang-undang harus dibatalkan dan diajukan ke Komisi Yudisial untuk dipersoalkan," kata Deolipa.

Ketika ditanya apakah ada sanksi khusus untuk hakim yang memutuskan perkara ini, Deolipa menjelaskan, "Pada umumnya, kalau PK diterima, keputusan-keputusan sebelumnya bisa dibatalkan. Itu adalah pertolongan administrasi keputusan. Namun, jika persoalan terkait hakim, harus dilaporkan kepada Majelis Pengawas Hakim atau sekarang dikenal sebagai Komisi Yudisial."

Ia melanjutkan, "Hakim yang memutus bertentangan dengan undang-undang bisa dilaporkan dan dikenai sanksi, seperti tidak diberikan jabatan lagi, demosi, atau bahkan tidak diizinkan lagi memutus perkara. Pelaporan ini penting untuk memastikan integritas peradilan kita."

Deolipa juga menekankan bahwa jika ada putusan yang bertentangan dengan undang-undang, pihak yang dikenai putusan tersebut dapat memilih untuk tidak mematuhi putusan tersebut. "Karena putusannya bertentangan dengan undang-undang, Mintarsi boleh tidak mematuhi putusan untuk mengembalikan gaji dan THR. Ini adalah haknya untuk melawan keputusan yang tidak adil."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline