Kasus PG Setiawan, yang sempat ramai diperbincangkan publik, kini mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, termasuk pakar hukum Sururudin, SH, LL.M. Menurut Sururudin, penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam kasus ini tidak memenuhi aspek formil yang memadai.
"Ya kalau menurut saya ini kan peradilan kan membuktikan adanya aspek formil ya, yang tidak dijalani oleh si pihak kepolisian selaku penyidik yang menyidik kasus legislawan ini," jelas Sururudin dalam wawancara terbaru. Ia menambahkan bahwa proses penyelidikan yang tidak dilalui langsung ke proses penyidikan menyebabkan ketidaklengkapan aspek formil yang dipersyaratkan.
Sururudin menilai bahwa tindakan kepolisian dalam kasus ini menunjukkan kurangnya profesionalisme. "Oleh karena itu adanya tidak profesional dari si penyidik Polda Jabar ini lah. Jadi ya dikalahkan lah si pihak Polda Jabar di Pengadilan Negeri Bandung," tuturnya.
Lebih lanjut, Sururudin berharap agar penyidik ke depan dapat bekerja lebih profesional dan mematuhi prosedur yang ada. "Penyelidik ini lebih profesional lagi, artinya kesalahan ini kan masih bisa diperbaiki," katanya, sembari menekankan pentingnya evaluasi dan perbaikan dalam proses penyidikan di masa mendatang.
"Proses penangkapan ini kan tidak melalui proses penyelidikan yang sewajarnya, inilah yang tidak sesuai dengan alur atau proses yang ditentukan oleh KUHAP," tegasnya, menyoroti bagaimana kepolisian terlalu cepat mengumumkan penangkapan tanpa melalui prosedur yang tepat.
Menanggapi pertanyaan mengenai hak PG Setiawan untuk menuntut ganti rugi, Sururudin menjelaskan bahwa sistem hukum di Indonesia saat ini tidak menyediakan mekanisme untuk menuntut kompensasi atas kesalahan penahanan oleh pihak kepolisian. "Nah di sistem hukum di Indonesia tidak ada hal seperti itu, bila kita salah ditahan dari pihak polisian ataupun kejaksaan, saat kita bebas kita tidak bisa menuntut ganti rugi atas hal tersebut," terangnya.
Namun, ia membuka kemungkinan bahwa PG Setiawan dapat menuntut secara perdata melalui pengadilan. "Mungkin si Peggy bisa menuntut polisian yang menahan dia di pengadilan negeri perdata untuk ganti rugi," ujarnya, meskipun menambahkan bahwa hal ini terpisah dari proses pidana yang telah dijalani.
Sebagai penutup, Sururudin menyoroti perlunya evaluasi mendalam oleh pihak kepolisian untuk memastikan bahwa kesalahan serupa tidak terulang di masa depan. "Harusnya saat itu juga polisi bekerja karena itu kan perintah pengadilan. Tiba-tiba bertahun-tahun tidak terungkap, setelah film baru terungkap. Ini merupakan proses penyelidikan yang bermasalah dari awal," tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H