Jakarta -- Yusril Ihza Mahendra, tokoh yang pernah menyatakan akan membubarkan Partai Bulan Bintang (PBB) jika tidak mencapai Parliamentary Threshold 4%, kembali menjadi sorotan. Pernyataan yang pernah dilontarkannya beberapa waktu lalu itu, di mana ia berjanji akan membubarkan PBB jika gagal mendapatkan kursi di DPR RI, tampaknya tidak terealisasi meski perolehan suara PBB terus menurun.
Setelah lebih dari 25 tahun berdiri, PBB mengalami berbagai kemunduran dalam setiap Pemilu. Yusril, yang sejak awal didirikan PBB telah menjabat sebagai Ketua Umum, meskipun sempat digantikan sementara, tetap memimpin partai ini tanpa adanya peningkatan signifikan dalam perolehan suara. Alih-alih membubarkan PBB, Yusril tetap memimpin partai yang semakin terpuruk.
Konflik internal yang terjadi di PBB juga tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Pada awal berdirinya, PBB yang mengklaim sebagai kelanjutan dari Partai Masyumi pimpinan M. Natsir, telah menghadapi berbagai konflik internal. Yusril sendiri sering terlibat dalam konflik dengan tokoh-tokoh seperti Hartono Marjono, KH Abdul Qadir Jaelani, KH Anwar Sanusi, dan Fadli Zon yang awalnya separtai. Hingga saat ini, Yusril terus menghadapi konflik, bahkan dengan orang-orang terdekatnya di PBB, termasuk beberapa Wakil Ketua Umum dan Sekjen partai, Afriansyah Noor.
Yusril sendiri yang mengajukan permohonan perubahan dan pengesahan pengurus PBB ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI. Setelah mencopot dan memberhentikan 13 orang penting di PBB termasuk Sekjen yang sudah mengabdi kepadanya puluhan tahun, Yusril menempatkan beberapa anaknya dalam susunan pengurus PBB yang baru, sebagai Wakil Ketua Umum, Bendahara Umum, dan ketua. Meskipun setiap orang berhak mendorong putra-putrinya, di tengah kritik terhadap "politik dinasti", seharusnya Yusril menahan diri.
Dalam beberapa kesempatan, Yusril maupun Pj Ketua Umum PBB, Fahri Bachmid, selalu menanggapi kritik dengan merujuk pada Permenkumham No 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan AD ART, serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik. Namun, Tim Penyelamat Partai Bulan Bintang berbicara tentang eksistensi, keabsahan, dan legitimasi.
Situasi semakin rumit ketika Yusril mengundurkan diri sebagai Ketua Umum PBB pada tanggal 18 Mei 2024, tetapi pada tanggal 25 Mei 2024, Yusril masih mengirim surat permohonan kepada Menkumham RI dengan menyebut dirinya sebagai Ketua Umum PBB. Tindakan ini dianggap tidak sah dan tidak legitimate karena sebagai subyek hukum, Yusril sudah tidak berhak menyebut dirinya Ketua Umum PBB sejak mengundurkan diri.
Tim Penyelamat Partai Bulan Bintang, melalui kuasa hukumnya TM Luthfi Yazid dkk, telah melakukan upaya keberatan administratif kepada Menkumham RI yang meminta agar dua SK Menkumham tersebut dibatalkan secara hukum. Jika permohonan ini tidak dikabulkan, mereka sedang mempersiapkan gugatan tata usaha negara dan upaya hukum lainnya yang dibenarkan.
Tindakan Yusril ini sangat disayangkan, mengingat kepakaran dan kecerdasannya. Dalam kehidupan bermasyarakat dan berpolitik, ternyata kepandaian saja tidaklah cukup. Banyak yang berharap Yusril menjadi "ideolog Masyumi" dan meneruskan perjuangan M. Natsir. Namun, Yusril tampaknya lebih merupakan seorang penulis tentang Masyumi dan M. Natsir daripada seorang ideolog.
Pertanyaannya kini, apakah PBB dapat diselamatkan sebagai penerus cita-cita Masyumi? Melihat kiprah Yusril dan kondisi PBB saat ini, harapan banyak tokoh dan pendiri PBB yang sebagian sudah tiada tampaknya semakin jauh dari kenyataan.
Kuasa Hukum Tim Penyelamat Partai Bulan Bintang (PBB), Dr. TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M (Ketua Tim)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H