Lihat ke Halaman Asli

Nasution

Penulis

Kris Budihardjo: Tapera Menguntungkan Pekerja, Merugikan Pengusaha

Diperbarui: 14 Juni 2024   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kris Budihardjo sedang memberikan statement Tapera. Dokumen pribadi.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang mewajibkan pengusaha dan pekerja untuk menabung guna memiliki perumahan. Implementasi undang-undang ini memicu pro dan kontra di kalangan pengusaha dan pekerja.

Menurut Kris Budihardjo, seorang pengamat politik, pelaksanaan peraturan ini seharusnya sudah dibahas tuntas saat rancangan undang-undang masih dibahas di DPR. "Karena ini peraturan pemerintah akan segera dilaksanakan, makanya pro-kontra itu biasa. Di dalam sebuah negara demokratis itu memang seperti itu," jelasnya.

Undang-undang TAPERA mewajibkan pengusaha dan pekerja untuk menabung 3% dari gaji, dengan rincian 2,5% dari pekerja dan 0,5% dari pengusaha. Kris Budihardjo menambahkan bahwa meski beban pengusaha hanya 0,5%, mereka tetap merasa keberatan. "Yang menjadi masalah itu pengusaha. Pengusaha keberatan karena harus menanggung setengah persen. Dan tidak dihitung gaji berapa, karena saatnya itu," ujarnya.

Para pekerja mendapatkan manfaat dari peraturan ini, karena tabungan mereka dapat digunakan untuk membeli rumah atau diambil kembali jika tidak digunakan untuk membeli rumah. Namun, bagi pengusaha, peraturan ini menambah beban biaya yang harus mereka keluarkan. "Pengusaha dipaksa menambah gaji yang harus digunakan sebagai tabungan daripada pekerja untuk kemudian hari. Inilah mengapa pengusaha yang menolak," kata Kris Budihardjo.

Untuk pekerja yang gajinya di atas Upah Minimum Regional (UMR), TAPERA berlaku dengan beberapa manfaat seperti subsidi untuk down payment (DP) rumah. "Kalau DP-nya kurang, bisa dipandungkan subsidi, misalnya," jelas Kris Budihardjo.

Kris juga menekankan pentingnya pemerintah untuk mengeluarkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini. "Pemerintah itu wajib mengeluarkan peraturan pelaksanaan undang-undang yang disebut peraturan pemerintah," tegasnya.

Pada akhirnya, meski banyak perdebatan, undang-undang ini tetap harus dijalankan karena sudah disahkan oleh DPR dan pemerintah. Kris Budihardjo mengakhiri dengan mengatakan, "Kalau sudah diundangkan, maka pelaksanaan diatur melalui peraturan pemerintah. Dan nanti teknis lagi melalui peraturan presiden, bahkan melalui peraturan menteri, lebih teknis lagi."

Ilustrasi Tapera dokumen pribadi.

Ini menunjukkan bahwa meskipun ada resistensi dari beberapa pihak, TAPERA adalah upaya pemerintah untuk menyediakan perumahan bagi pekerja, meskipun harus menghadapi tantangan dalam pelaksanaannya.

Selain itu, Kris Budihardjo menyoroti bahwa dunia usaha keberatan karena harus menanggung setengah persen dari total tabungan. "Pengusaha 2,5%. Kalaupun itu dalam bentuk tabungan nanti tidak dapat rumah, itu kan diperuntukkan ke pekerja. Terus tabungan-tabungan dan sebagainya, nanti ada aturan lain di BP TAPERA pasti ada," katanya.

Kris juga membandingkan TAPERA dengan sistem Jaminan Sosial (Jamsostek). Menurutnya, meski awalnya banyak yang meragukan, Jamsostek terbukti memberikan manfaat signifikan bagi pekerja di kemudian hari. "Seperti kita kalau Jamsostek, kita bayar dari tua kan, itu kalau dihitung-hitung 50 juta. Kan gak mungkin kita terima 50 juta. Saya pernah dapat sekian puluh juta yang dua kali lebih dari nilai tabungan saya," katanya.

Kris menegaskan bahwa tabungan ini tidak akan hilang, berbeda dengan iuran. "Namanya tabungan bukan iuran beda ya. Kalau iuran ilang kan dipakainya dipakai. Dulu sama orang ribut coba BPJS, orang saya gak pernah sakit kok. Ngapain bayar BPJS. Saya pernah mau keluar dari BPJS karena lebih dari hampir lima tahun lebih, enam tahun lebih saya gak pernah pakai. Bayar 150.000 per bulan, rugi kan? Satu keluarga itu saya bayar habis 3 jutaan lebih, rugi gak? Tapi faktanya saya bayar terus pada suatu hari ternyata saya pakai. Operasi jantung, luhur," jelasnya.

Menurut Kris, pada usia tertentu, tabungan yang tidak digunakan bisa dikembalikan dengan benefit tertentu. "Untuk usia tertentu nanti pasti ada, saya gak baca detail. Tapi biasanya setelah menabung senilai setiap tahun kalau berhenti itu bisa dikembalikan dengan benefit-benefitnya untuk keuntungan-keuntungan. Apakah dihitung secara syariah ataukah bunga konvensional itu persoalan lain itu," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline