KONTEKSTUALISASI PESAN CAKNUR:
ISLAM, KERAKYATAN DAN KEINDONESIAAN
Oleh: Kana Kurniawan (Ketua Umum PP Pemuda PUI)[1]
Hari Kamis, 29 April 2021, selepas Dhuha tanpa sengaja, saya menemukan "horizon" keislaman dalam bentuk buletin terbitan 1993 yang diterbitkan BPPMI. Nama Buletinnya: BISTEK, singkatan dari Buku, Informasi, Sains dan Teknologi. Dugaan saya buletin ini sudah jadi barang langka sepertihalnya Majalah Prisma yang popular itu. Sederet cendekiawan muslim tertulis terang, jajaran Dewan Ahli diantaranya: Munawi Syadzali, Nurcholish Madjid, Fadel Muhammad. Adapun Pimipinan Redaksinya, disebut ada Djohan Effendi, Rusydi Zakaria dan lainnya.
Cover buletin ini adalah separuh photo para mahasiwa yang sedang mengepal tangan kanan ke atas dengan ikat kepala warna hijau bertuliskan teks Arab, menyerupai lafadz laa ilaaha illallah. Saya tentu tidak tahu. Siapa mereka dan dalam acara apa. Entah sengan demo atau training penerimaan anggota organisasi mahasiswa baru. Menariknya lagi untuk saya baca buletin tersebut adalah terteranya judul tulisan Nurcholis Madjid atau Caknur: Islam, Kerakyatan dan Keindonesiaan dari kumpulan buku Pikiran-Pikiran Nurcholish Madjid 'Muda'.
Tulisan ini masih sangat relevan dengan konteks keislaman dan keindonesiaan kita hari ini. Tentu, boleh sependapat boleh tidak dengan pandangan subjektif saya. Sebagai pembaca pikiran Caknur sejak masih kuliah di IAIN Cirebon hingga melanjutkan ke Pascasarjana UIN Jakarta. Caknur bagi saya adalah cendekiawan brilian yang paling menggugah selain Azyumardi Azra. Azra adalah guru di kelas yang selalu memancing mahasiswa mencari perspektif lain dari pandangan genuine secara kritis. Tulisan caknur dibagi tiga sub judul: Islam, Kerakyatan dan Keindonesiaan.
Islam
Kata Caknur, membela golongan mustadh'afin sejalan dengan visi kemanusiaan, yakni kesejajaran manusia dan keadilan sebagai inti cita-cita Islam. Iman serta keyakinan menjadi kekuatan islam sebagai agama yang selaras dan diterima dalam menjalankan misinya. Adapun tugas Islam sendiri menurut Caknur dibagi tiga: pertama, pemurnian tauhid dengan menjauhi kepercayaan imitasi, kepercayaan yang mengakibatkan perbudakan dan pembelengguan. Dan Islam mengajak untuk mempercayai Allah SWT.