Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Khoirul Wafa

Santri, Penulis lepas

The Intouchable, Menemukan Arti Persahabatan dalam Perbedaan

Diperbarui: 26 Oktober 2020   05:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster film. (SUMBER GAMBAR: icecreamconvos.com

Ada kalanya hubungan antara majikan dan pelayan berubah sepenuhnya menjadi persahabatan. Seperti dalam film yang diangkat dari kisah nyata ini, The Intouchables. Bahkan cerita ini sudah dibuatkan remakenya, The Upside.

Alkisah, Philippe adalah orang kaya raya yang menjadi cacat seumur hidup karena sebuah kecelakaan. Dia hidup dengan perawat yang mengelilinginya untuk dapat melakukan aktivitas. Dan saat itulah tiba waktunya bagi Driss, pria berkulit hitam yang mendaftarkan diri untuk menjadi orang yang merawatnya.

Mereka dalam segi penampilan ibarat bumi dan langit. Driss orangnya kasar, dia pernah dipenjara. Berkulit hitam, dari keluarga tak berada, dan yang paling menonjol adalah sikapnya yang kadang seenaknya sendiri.

Tapi beberapa sikap itu yang membuatnya menarik bagi Philippe. Driss seperti tak pernah menganggap Philippe adalah penyandang disabilitas. Setidaknya itu mungkin memberi semacam warna baru, bagi Philippe yang kepribadiannya kadang sulit dimengerti, dan kegiatan sehari-harinya yang sudah jadi terasa membosankan.

Meskipun Philippe bisa berbelanja dan membeli banyak hal yang disukainya, lukisan mahal atau mobil mewah, dia seperti merasakan kesepian. Orang-orang disekitarnya tak benar-benar mengerti apa yang sebenarnya dia inginkan. Dan seperti tak memperlakukannya sebagaimana dia mau. 

Meskipun dia sangat kaya. Tak banyak pelayan yang betah menemaninya hingga waktu yang lama. Lalu "persahabatan" itu mengubah hidupnya.

Sederhana alur ceritanya, namun cukup menyadarkan emosi bahwa meskipun bergelimang harta, apalah artinya itu semua bila kita tak bisa benar-benar menikmatinya.

Kiranya tak ada yang ingin disebut dengan embel-embel "tuna". Ada yang lebih suka dianggap normal, meskipun jelas-jelas kenyataannya mereka berbeda.

"My true disability is not having to be in a wheel chair. It's having to be without her." Cacatku yang sebenarnya bukanlah karena aku duduk di kursi roda. Tapi karena aku hidup tanpa dirinya...

Apakah kehilangan terbesar adalah kehilangan harta benda dan kekayaan? Atau bahkan kehilangan kemampuan untuk berjalan? Ada yang bilang kalau kehilangan terdalam itu adalah saat yang paling dicintai telah pergi. Bangun dan menemukan kita dalam kesendirian.

***

Sekian...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline