Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Khoirul Wafa

Santri, Penulis lepas

Membedakan Mutawatir dan Ahad dalam Istilah Ilmu Hadis

Diperbarui: 9 Juni 2021   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membedakan Mutawatir dan Ahad dalam Istilah Ilmu Hadis. | SUMBER GAMBAR: Dok. pribadi

Dalam disiplin tentang ilmu hadis ada istilah mutawatir dan ahad. Ada juga istilah lain seperti shahih, hasan, dha'if, dan seterusnya. Dua kelompok istilah ini berbeda.

Secara sederhana, mutawatir dan ahad terkait dengan jumlah berapa orang yang meriwayatkan hadis tersebut. Semakin banyak, semakin baik.

Berapa jumlah minimal orang agar suatu hadis bisa dikategorikan sebagai hadis yang mutawatir? Banyak versinya. Satu pendapat misalnya, ada yang mengatakan paling sedikit sepuluh orang.

Inti sebenarnya adalah bagaimana suatu hadis (entah itu sebatas esensi atau bahkan redaksi persisnya) adalah benar-benar bisa dipertanggungjawabkan adanya. Karena disaksikan dan diriwayatkan banyak orang. Entah bagaimana nantinya, bisa dengan metode periwayatan yang berbeda-beda.

Andaikata kita mendengar suatu berita, di suatu tempat ada pesawat jatuh misalnya, kita akan yakin saat berita yang sampai kepada kita tersebut melalui banyak orang. 

A mengatakan itu, B mengatakan itu, C juga. D memberitahu hal yang sama, E juga memberitakan kejadiannya. Rasanya sangat mustahil kalau ada berita dari orang sebanyak itu, dan semua orang kok kebetulan sekali sepakat untuk membohongi kita.

Baca juga: Sunnah atau Hadits dan Perannya dalam Islam

Terlepas dari apakah A (misalnya) merupakan orang yang bisa dipercaya atau tidak. Bukan itu tolok ukurnya. Kita tidak membahas itu. Lain lagi dengan klasifikasi golongan shahih, hasan, dan seterusnya. 

Kualitas setiap rawi sangat dipertimbangkan. Apakah orang tersebut kredibel atau tidak ('adil merupakan istilahnya. 'Adil disini bukan padanan kata adil dalam bahasa Indonesia. Beda istilah.)

Masalah mutawatir bukanlah pembahasan tentang ilmu sanad hadis (klasifikasi shahih hasan dsb) agar hadis itu bisa diamalkan atau tidak, berdasarkan kredibilitas perawi. Tapi pembahasan ilmu sanad hanya merupakan pembagian untuk yang ahad saja.

Sedangkan dalam bab mutawatir, kita tidak membahas siapa-siapa yang meriwayatkan hadis itu. Karena sudah qath'iyyus subut, jadi memang semua hadis yang mutawatir bisa diamalkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline