Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Khoirul Wafa

Santri, Penulis lepas

Melihat Laut, Mengambil Pelajaran tentang Menjadi Diri Sendiri

Diperbarui: 1 Agustus 2020   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pinterest.com › jewelhokie

Saat ingin belajar untuk teguh menjadi diri sendiri, maka seseorang bisa berkaca pada lautan. Melihat samudera dan merenung sejenak darinya, mengapa laut selalu bisa menjadi diri mereka sendiri.

Suatu hari saya membaca kembali kisah ini. Kisah laut dan beberapa anak manusia, yang pernah merasa dikecewakan, merasa diberi hadiah, dan banyak perasaan merasa yang lain. Padahal laut hanya sedang mencoba menjadi dirinya sendiri.

***

Syahdan, anak kecil bermain di bibir pantai. Berlari-lari tertawa gembira, mengaduk pasir dan menjadikan itu istana mainan. Dengan pangeran kepiting sebagai penghuninya. Tawanya yang lepas mendadak berganti muram saat ombak lautan membawa pergi sandal yang dipakainya.

Anak kecil itu berteriak lantang, mengatakan kalau laut adalah pencuri. "Kembalikan milikku..."

Tapi laut hanya sedang menjadi dirinya sendiri. Dia tetap menebar ombak seperti biasa. Tak menghentikan aktivitasnya hanya karena kata-kata seorang bocah.

Di sisi lain garis pantai, ada tangis pilu seorang ibu. Duka cita untuknya. Dia baru saja kehilangan seorang putra. Musibah hari itu adalah nestapa baginya. Si ibu meronta-ronta, tangis meledak, isak, dan juga lelehan air mata membuat iba orang-orang disekitarnya.

Dia menuduh laut adalah pembunuh. Laut sudah merenggut sang putra pergi selamanya. "Laut kejam, kembalikan buah hatiku..."

Dan seiring kesedihan yang berderai tanpa henti, orang-orang hanya bisa termenung menatap. Mereka sekedar berbagi perasaan, lalu mencoba menenangkan. Sekuat apapun kau menjerit, dia tak akan hidup lagi. Itu nasihat yang terucap. Dan seperti kata seseorang, hidup tak pernah sama lagi kemudian.

Tapi laut hanya sekedar menjalani peran. Dia cuma bertugas mengirim ombak ke bibir pantai seperti biasa. Lalu mendadak ada yang menuduhnya sebagai makhluk kejam. Katanya mematikan nyawa anak manusia. Namun, laut tak bergeming. Dia tetap mengirim ombak seperti biasa. Tak berhenti hanya karena hening cipta seorang ibu kepada anaknya.

Juga di seberang lain. Masih di tempat yang sama, hanya sekian lemparan batu. Seorang nelayan baru saja pulang. Kapalnya penuh akan muatan. Ikan-ikan segar yang siap dijual dan kiranya segera akan menghasilkan uang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline