Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Khoirul Wafa

Santri, Penulis lepas

Bagaimana Seharusnya Kita Menyikapi Kritik dan Pujian?

Diperbarui: 23 Mei 2020   04:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

CATATAN TENTANG BAGAIMANA SASTRA PROFESIONAL MENJAWAB KRITIKAN

Dunia bedah buku yang kita kenal adalah dunia yang "suram". Karena hanya berisi guyonan dan candaan menghibur. Sang penulis hadir dan memberikan tips menulis kepada para fans dan pembaca setia. Kiat lama mengatasi writer block misalnya. Lalu acara akan semarak dan penuh gelak tawa. Sesekali diiringi canda dan hahahihi.

Setiap kritik dan saran akan ditanggapi seketika itu juga. Maka bagi saya, akhirnya gak ada kritik yang "membangun". Karena penulis bebas memperbaiki citra dengan sanggahan bahwa apa yang ditulis adalah yang terbaik, dan yang mengkritik itu sebenarnya orang yang gak tahu apa-apa.

Setiap kritikan pedas akan dijawab seketika. Agar reputasi pengarang dan penulis gak jatuh. Membela diri istilahnya.

Tapi yang terjadi di ranah sastra serius dan profesional justru amat lain dari bayangan saya. Senior saya bercerita di media sosial, jika forum bedah buku sastra yang elit itu menghadirkan penulis seolah jadi seperti "pesakitan".

Berperan sebagai tersangka, dan gak boleh ngomong apapun di forum itu. Boleh datang, tapi cuma boleh duduk manis mendengarkan. Bisa anda bayangkan? Saat karya anda dikuliti sampai ke biji-biji nya. Dan anda gak boleh ngapa-ngapain. Kecuali mungkin bilang, "iya aku salah..."

Saat ada kritikus sastra dan dosen yang benar-benar berkompeten di bidangnya menghajar habis-habisan tulisan si penulis. Dengan kalimat paling pedas sekalipun. Mengatakan, "ini buku gagal." "Karya ini sampah." "Gagasan semacam ini sungguh memalukan." Atau mungkin "penulis buku ini nulis sambil ngantuk dan halusinasi, sehingga tulisannya ngelantur begini."

Duh aduh... Kuatkan mentalku...

Dikritik habis-habisan seperti itu juga gak boleh dijawab disitu. Harus tetap diam dan tenang. Kalau mau jawab, jawablah dalam bentuk tulisan. Tunjukkan profesionalitas dirimu.

"Penulis buku ikut ada di situ tapi tidak boleh bicara, terlebih membantah kritikan narasumber dan menjelas-jelaskan. Ia hanya boleh tampil untuk membacakan nukilan bukunya. Jika hendak membantah, ia harus menulis artikel opini di media massa, bukan dengan langsung mendebat pas acara." Tulis mas Wiwien Wintarto.

Sastra garda depan dan sastra profesional mengajarkan untuk gak perlu menanggapi resensi negatif dengan cara yang "kekanak-kanakan." Bantah tulisan dengan tulisan. Bantah karya dengan karya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline