Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Khoirul Wafa

Santri, Penulis lepas

Tawanan Perang Pertama dalam Sejarah Islam

Diperbarui: 22 Maret 2020   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Wa innaka la'alaa khuluqin 'adzim... Banyak pelajaran yang bisa diambil saat kembali lagi membaca sejarah, peristiwa yang terjadi ketika Nabi Muhammad Saw masih sugeng. Kitab tentang sejarah nabi ada banyak sekali. Lama tak membuka-buka, jadi sudah agak lupa. Kitab mana yang sederhana dan mudah dimengerti, untuk pemula seperti saya.

Maka, kita kembali kepada sebuah episode sejarah. Yang dikutip dalam kitab "Nurul Yaqin". Ringkasan kitab tersebut amat populer diajarkan di banyak pesantren Indonesia. Namanya Khulashoh Nurul Yaqin.

Waktu itu, habis usai peristiwa perang badar kubra. Dimana kemenangan ada di pihak kaum muslimin. Orang Islam membawa serta banyak tawanan perang. Karena ini adalah pertama kalinya ada tawanan perang dalam sejarah umat Islam, maka selanjutnya nabi Muhammad Saw bermusyawarah. Hendak diapakan mereka?

Sahabat Umar bin Khattab RA yang terkenal keras dan tegas, memberikan usul untuk memancung kepala mereka semua. Seluruh tawanan dibunuh. Bukankah ini saat yang tepat?

"Mereka sudah mendustakan engkau, sudah memerangi engkau, dan mengusir engkau." Dawuh sahabat Umar Ra.

Sahabat lain seperti sahabat Sa'ad bin Mu'adz Ra, dan sahabat Abdullah bin Rawahah Ra terlihat setuju dengan usul yang diutarakan sahabat Umar Ra.

Namun sahabat Abu Bakr Ra memiliki pandangan lain. Beliau lebih setuju untuk tidak menghukum mati mereka. "Ya Rasulallah... Mereka niku nggeh keluargane njenengan, nggeh kaum njenengan. Gusti Allah SWT sampun paring kemenangan.

Menurut kulo, kersane mawon. Awak dewe nyuwun tebusan. Mangke bondone saget damel nulung agama Islam merangi wong kafir. Lan mugi-mugio mbenjing Gusti Allah SWT bakal paring ugi hidayah sabab berkah panjenengan. Lan akhire saget nulungi dakwah panjenengan."

Nabi terkesan dengan para sahabatnya. Nabi tidak mencela pendapat siapapun. Beliau memuji.

"Gusti Allah SWT melembutkan hati sekelompok orang, hingga lembutnya bisa lebih dari susu. Njenengan Abu Bakr, kados dene kanjeng nabi Ibrahim As ingkang dawuh, 'faman tabi'anii fainnahuu minnii, waman 'ashooni, fainnaka anta ghafuurur rahiim...' Nha, njenengan Umar, kados dene kanjeng nabi Nuh As, ingkang dawuh 'rabbi laa tadzar 'alal ardhi minal kaafiriina dayyaraa'."

Nabi memuji seluruh pendapat sahabat beliau. Meskipun berbeda-beda, perbedaan itu sangat dihargai. Karena semata-mata, perbedaan pendapat itu juga punya tujuan yang sama. Kemuliaan agama Islam itu sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline