Lihat ke Halaman Asli

Bambang Dharmono dan UP4B,Pelecehan Orang Asli Papua

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jakarta, 2 Maret 2012

Kepala Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B)Bambang Dharmono menilai wajar bila masih ada sebagian masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat menolak keberadaaan lembaga UP4B. Hal itu tidak akan menghalangi kerja-kerja UP4B.

”Sebagian masyarakat menentang atau menolak (UP4B), wajar. Saya tidak pernah melihat itu sebagai sesuatu tragedi. Saya tidak melihat itu sebagai sesuatu yang menghalangi pekerjaan saya,” ungkap Bambang Dharmono dalam kunjungan kerja di Merauke, Papua, Rabu (15/2/2012).

Bambang menganggap penolakan sebagian masyarakat itu bukanlah persoalan besar. Ia mengibaratkan seseorang yang sedang sakit dan hendak disuntik untuk diobati agar sembuh, tetapi menolaknya karena ketakutan.

”Ibaratnya jarum suntik, orang tahu kalau mau disuntik bakal sembuh, tetapi menolak karena ketakutan. Anggap saja seperti itu, kenapa menganggapnya sangat serius? Saya tidak menganggap ini terlalu menjadi persoalan yang besar buat saya,” katanya.

(kompas.com Rabu,15 Februari 2012)

Letjend (Purn. TNI). Bambang Dharmono, terlalu menganggap remeh orang asli papua dan merendahkan martabat ras melanesia barat; apakah orang asli papua menolak UP4B itu karena sakit, atau karena takut disuntik dengan jarum UP4B; saya pikir Letjend Pur.TNI ini kurang paham baik soal papua; mungkin ketika Bambang Dharmono menjabat Panglima Darurat Militer di Aceh memiliki pengalaman buruk baik dalam hal kemanusiaan maupun penolakan masyarakat Aceh terhadap dirinya yang telah memakan korban nyawa orang asli Aceh di Tanah Rencong itu.

LSM. KAMPAK Papua yang selama ini turut berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat orang asli papua melalui Koordinator Umum Dorus Wakum, menilai bahwa pernyataan Letjend (Purn.TNI) ini benar-benar tidak mendasar dan tidak menyentuh akar persoalan di tanah papua barat. Faktanya banyak penolakan kehadiran UP4B di tanah papua barat, seharusnya dilihat dan ditanggapi secara arif dan bijaksana, bukan malah meremehkan orang asli papua dengan mengatakan seperti orang sakit yang takut disuntik, sehingga menolak UP4B. lanjut wakum bahwa sesungguhnya Bambang Dharmono menunjukkan sikap dan pola pikir militernya dengan menganggap remeh orang asli papua, inilah cara pandang jakarta terhadap tuntutan orang asli papua, dengan menganggap remeh tuntutan masyarakat adat papua; saya pikir yang salah kasih suntik itu Bambang Dharmono, bukan orang asli papua yang takut suntik, jikalau takut suntik kenapa semua elemen menolak UP4B, baik masyarakat adat, MRP dan DPRP Papua.

Jika kepala UP4B saja sudah memandang rendah penolakan orang asli papua seperti itu, apalagi anak buahnya didalam struktur UP4B, seperti Amirudin dan Rahmat Siregar; Sadar atau tidak sadar, sebenarnya yang cari makan pake piring orang asli papua itu siapa, apalagi merendahkan martabat masyarakat adat papua dengan mengatakan bahwa orang asli papua yang menolak UP4B itu sakit dan takut disuntik dengan jarum UP4B.

KAMPAK Papua beberapa waktu lalu mencoba untuk melihat keseriusan Nakhoda KM.UP4B dengan ABKnya ternyata Kapten Kapal Bambang Dharmono dan ABKnya Amirudin membohongi keseriusan membangun papua secara SDM, sementara mereka bisa pergi terbang pulang bale  Jakarta-Papua itu pake Dana dari mana, jadi saya sampaikan bahwa UP4B itu bukan lembaga medis atau rumah sakit, dan tidak perlu menggunakan UP4B untuk cari makan lalu menuduh masyarakat adat papua sakit dan takut disuntik. Bagaimana mau bangun papua sementara masyarakat adat papua di jakarta dan mahasiswa saja tidak ada keharmonisasian dengan UP4B, ini menunjukkan bahwa benar-benar Masyarakat Adat Papua Barat menolak dengan tegas UP4B.

Adanya aksi-aksi penolakan UP4B sebagaimana gagalnya OTSUS, sudah seharusnya menjadi catatan penting bagi Letjend (Purn.TNI) Bambang Dharmono, supaya tidak membohongi rakyat di tanah papua barat. Lanjut Wakum bahwa beberapa Bupati di Tanah Papua dan MRP, serta DPRP sebenarnya juga menolak adanya UP4B; bagi Bupati bahwa UP4B mencaplok program kerja mereka yang sesungguhnya dikerjakan oleh daerah, sementara MRP dan DPRP menolak karena UP4B bukan jawaban tuntutan fundamental masyarakat adat papua barat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline