Lihat ke Halaman Asli

Hujan Emas di Negeri Orang, Hujan Batu di Negeri Sendiri

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13300194071859861146

[caption id="attachment_173133" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Ketika diakhir tahun 1999, saya masih teringat benar dengan ucapan Profesor Dr. Nani Tuloli Ketua STKIP Negeri Gorontalo yang mana saat itu selesai menguji saya saat maju meja (Ujian Skripsi), Dorus apakah ngana mo jadi Dosen di sisni...!...apa jawabnku, Bapa dengan segala hormat, saya senang sekali, tetapi saya pikir Masyarakat saya di Irian sana masih membutuhkan tenaga,pikiran, dan talenta saya untuk membantu mereka,..Jawab Profesor Nani..ya sudahlah...engkau harus tunjukan bahwa memang benar-benar alumni STKIP Negeri Gorontalo dapat bermanfaat bagi masyarakat Irian Jaya.

1330008693743982150

Dorus Wakum, saat Deklarasi LSM.KAMPAK Papua di YLBHI JakartaGorontalo adalah salah satu daerah yang benar-benar bagus dan sangat berarti bagi setiap mahasiswa yang ada disana, meski dibatasi oleh beberapa adat istiadat setempat. Saya sangat pahami Gorontalo dengan baik, sebab sejak menjadi seorang mahasiswa STKIP Negeri Gorontalo 1992-1999, saya sangat bangga bisa hidup dan berpendidikan di Gorontalo. Kehidupan sebagai Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Seni pada Program Studi Bahasa Inggris, saya pernah menjadi klining servis di kampus pada jurusan bahasa, termasuk dua teman saya Paskalis Baru dan Liborius Amkoreb yang mana ketika itu juga mereka bekerja sebagai SATPAM KAmpus. Mengawali kehidupan disana, saya mulai mengembangkan bakat sepak bola melalui Tim Sepak Bola Kampus STKIP Negeri Gorontalo, sambil Kuliah saya bermain bola, termasuk Ketua STKIP Prof.Nani Tuloli sangat bijaksana, dimana kami pesepak bola di beri gaji 60 ribu dan beras 10 kilo perbulan, ini sangat membantu kehidupan saya sebagai mahasiswa disana. Hampir 7 tahun saya hidup dan bermain sepak bola; saya merasa sangat bangga sebab masyarakat menghargai apa yang kami buat sebagai mahasiswa irian disana. Meski kami jauh dari orang tua dan kampung halaman tetapi kami sangat bangga hidup di Gorontalo. Berdasarkan kenyataan, ketika saya kembali ke irian Jaya di tahun 1999, kemudian mengawali kehgidupan di jayapura di Abepura sebagai tukang Ojek, lalu ditahun 2000, saya berhasil ikut testing Dosen di Kampus Universitas Sains dan Tehnologi Jayapura (USTJ), saya bangga bahwa saya berhasil dites dan lolos sebagai Dosen Bahasa Inggeris disana. Setalah mengabdi selama satu tahun 2000-2001, dengan terpaksa dan berat hati saya mempimpin beberapa mahasiswa USTJ dan 4 orang teman Dosen lainnya seperti Yan Saba Rumbiak, Roberth Mofu,ST, Piter Batil Murik, dan Watimena, kami memimpin Mahasiswa sekitar 200an kemudian memalang kampus USTJ selama kurang lebih satu bulan, lalu kami 5 orang dosen dipecat dan beberapa mahasiswa di DO karena dianggap membangkang pihak Kampus, sesungguhnya kami bukan membangkang tetapi kami melakukan perlawanan terhadap isu-isu korupsi dan pemanfaatan mahasiswa orang asli papua untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Setelah dari Dosen, lalu kemudian saya mengajar di SMP YPK Kotaraja dalam, dimana saya direkomendasikan oleh pihak Sinode GKI di Tanah Papua; hampir setahun disana, saya pun melihat bahwa pihak YPK tidak serius dan selalu menfaatkan YPK untuk mencari makan apalagi kepala sekolah ketika itu melakukan korupsi; setelah itu saya melaporkan kepala sekolah kepada pihak manajemen YPK di Argapura tetapi Dr. maniagasi hanya mengaanggap biasa, so saya pun dipecat dari YPK. Selanjutnya, setelah dipecat saya bersama Simon Baab, dan Pieter Ell,SH berusaha keras menghidupakan kembali KontraS Papua setelah mengalami staknan selama beberapa tahun; sejak 2003-2005 saya bekerja sebagai Wakil Koordinator KontraS Papua, lebih khusus Kepala Operasional KontraS Papua; saya cukup memahami dan mengalami berbagai kejamnya kehidupan seorang Aktivis HAM di daerah konflik seperti Aceh dan Papua. berbagai ancaman dan teror telah kami lewati, selama bekerja di kontraS Papua. Kemudian, saya bersama dengan Istri dan anak-anak pindah ke Kabupaten baru Kabupaten Waropen; pada tahun 2005 saya pun diajak oleh keluarga untuk ikut testing pegawai negeri; setelah mendaftar kemudian ujian kepegawain; aneh bin ajaib dalam pengumuman bahwa Jurusan Bahasa Inggeris diminta 5 orang tetapi yang tembus hanya tiga orang; anehnya juga ketika ujian dalam satu ruangan saya duduk bersebelahan dengan seorang teman dari Toraja yang juga adalah Guru honorer sama seperti diri saya saat itu mengajar bahasa inggeris di SMP Negeri Waren. Anehnya teman saya yang menyontek dari saya bisa lolos, sementara saya sendiri tidak lolos; ya itulah realita. Saya pun membuka kursus bahasa inggeris di waropen untuk membantu para murid disana sampai mengerti baik tenatng bahasa inggeris, sekarang murid kursus saya sudah ada di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, tetapi apa mo kata ketikla itu tak ada satupun bantuan dari pemerintah daerah secara khusus dinas pendidikan dan olah raga kabupaten waropen. berlanjut lagi, saya akhirnya berusaha dengan teman-teman membentuk sebuag gerakan perlawanan terhadap tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah dan pihak suasta. Ketika itu bapak Ones J.Ramandey menjabat sebagai Bupati Waropen; saya pun diperhadapkan dengan berbagai masalah ancaman terhadap diri saya, akhirnya saya pun memilih lebih baik muncul kembali sebagai aktivis HAM dan Anti Korupsi sejak 2006-2012. Adapun beberapa upaya dan dorongan serta advokasi dan kampanye; lalu kemudian tiga orang Bupati ditangkap oleh KPK, mulai dari Bupati Kepulauan Yapen, Bupati Kabupaten Supiori, dan Bupati Kabupaten Bovendigoel. setelah tiga Bupati yang diduga melakukan Tindak Pidana korupsi ini, saya juga berusaha dan berjuang bersama dengan masyarakat Adat Wondama lalu, atas upaya kami maka pihak BNN dan Polda serta Polres Manokwari menangkap Bupati Wondama bersama Istrinya saat menggunakan Narkoba; jenis Shabu-Shabu. Dari semua perjalanan hidup saya ini, maka berpihjak pada penawaran Profesor Dr. Nani Tuloli di Gorontalo ketika itu; saya berpikir jika saya terima tawaran beliau, maka saat ini mungkin saya akan sama seperti teman-teman saya yang menjadi dosen di kampus dan saat ini rata-rata gelar mereka adalah S2 dan S3. Seperti Ibu Karmila Mahmud, Tonang Malongi, Harun Blongkot, dan Irwan Yantu serta lain-lainnya. Ya..itu realitanya; maka pantaslah saya dapat katakan bahwa " Hujan Emas di Negeri Orang, Hujan Batu di Negeri Sendiri',....mengapa demikian; hal ini terbukti dengan adanya program Otonomi Khusus tetapi apalah arti Otsus itu, jika Orang Asli Papua masih hidup dibawa garis kemiskinan; sementara kehidupan Orang Asli Papua yang benar-benar memprihatinkan, meski Otsus diberikan dengan dana yang besar tetapi tidak memberikan jaminan kesejahteraan kepada Orang Asli papua. Adapun Otsus hadir semakin memberikan ruang kejahatan kemanusiaan, diskriminasi, dan marjinalisasi bagi Orang Asli Papua;  sementara Para pejabat Orang Asli Papua sendiri tidak peduli dengan kondisi warganya; sebalinya tindakan Korupsilah yang selalu ada didepan mata dan memperkaya diri,kelompok, dan pihak lainnya..inilah wajah kebenaran di setiap kabupaten kota dan provinsi papua dan papua barat; sangat disayangkan, sebab sekan-akan harga diri dan martabat Orang Asli Papua sudah tidak ada lagi yang kesemuanya dilakukan oleh Orang Asli Papua sendiri yang saat ini menikmati jabatannya di era Otsus ini. Ya ... kembali lagi..bahwa andaikan saya terima tawaran Profesor Dr.Nani Tuloli, kemungkinan saat ini saya adalah seorang Dosen di UNG Gorontalo, pasti saya bangga bahwa penghargaan terhadap diri kita masih lebih layak di luar papua dari pada di papua sendiri, Ibarat Hujan Emas Di Negeri Orang; Hujan Batu Di Tanah Sendiri. Semoga; pengalaman pahit ini menjadikan referensi bagi adik-adik saya ; bahwa kita lebih baik mengabdi diluar daerah dari pada didaerah sendiri, sebab didaerah sendiri kita kurang dihargai, lebih baik timggal dan mengabdi didaerah orang lain yang masih memberikan ruang dan menghargai hidup dan kehidupan kita...! Biarlah Hujan Emas Kau Ambil di Negeri Orang; dari pada Hujan Batu kau terima di kampung halaman sendiri, semoga pembelajaran ini dapat berguna bagi setiap anak asli papua yang telah memperoleh kesempatan diluar daerah, maka janganlah kembali sebelum kita berhasil di negeri orang....! Memories Of Dorus Wakum....! Jakarta, 23 Februari 2012. Medio..februari 2012.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline