Lihat ke Halaman Asli

Amaliyah Kamil

Kamilatul Amaliyah

Review Buku 'Entrok' Karya Okky Madasari

Diperbarui: 10 Juni 2024   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@bacaanmilmil

Judul               : Entrok

Penulis          : Okky Madasari

Penerbit        : Gramedia Pustaka Utama

Hal                  : 285

            Kata 'entrok' diambil dari bahasa Jawa yang berarti "bra". Pada tahun 1950, entrok menjadi sesuatu yang sangat istimewa, sebab tak sembarang orang bisa punya. Marni, seorang perempuan yang beranjak remaja dari keluarga sederhana yang bertahan hidup dengan menjadi buruh pengupas singkong di pasar. Setiap pagi Marni dan simbok pergi berjalan kaki ke pasar untuk menukar jasa dan diupah dengan singkong yang akan mereka masak ketika tiba di rumah.

            Perubahan bentuk tubuh Marni semakin menjadi seiring dengan bertambahnya hari-hari.  Ia tidak nyaman dengan gundukan kecil di dadanya yang semakin lama semakin tumbuh. Setiap kali lari, terasa berat terayun-ayun di balik pakaiannya yang menutupi dada dan tubuhnya ke bawah. 

Suatu ketika, Marni melihat sepupunya yang menggunakan kain khusus di dada yang mehanan dan mengikat buah dadanya. Karena kain itu, sepupu Marni tampak leluasa berlari tanpa merasa tidak nyaman, yang kemudian Marni tahu bahwa kain itu disebut entrok. Sejak saat itu, Marni punya satu mimpi, memiliki entrok.

            Perjuangan mewujudkan mimpi dimulai dengan keberaniannya 'menabrak norma' bahwa hanya lelaki saja yang bekerja menjadi kuli angkut barang di pasar dan hanya lelaki yang diupahi uang. Meski diawali perdebatan kecil dengan simbok yang mengatakan "ora pantes nduk" karena kodrat perempuan hanya boleh mengerjakan hal-hal ringan, bukan pekerjaan berat seperti kuli, pada akhirnya simbok mengalah pada kerasnya kepala Marni. 

Marni menjadi kuli, dan mendapat uang, hingga akhirnya dapat membeli entrok. Bermula dari satu mimpi, kini Marni memiliki keberanian untuk lagi dan lagi memiliki mimpi. Sebab mimpi, dia memiliki alasan untuk tetap bergairah menjalani hidup.                                                                                                                                                  

            Generasi berganti. Marni memiliki putri bernama Rahayu. Beda dengan Marni, zaman Rahayu lebih maju dan mulai membuka mata terhadap pentingnya pendidikan. Rahayu dikenalkan agama Islam oleh gurunya di sekolah dan orang-orang di sekitarnya. Ibunya sendiri masih memiliki kepercayaan yang kuat terhadap leluhur. Membuat tumpeng dan panggang, duduk komat kamit, nyuwun agar Mbah Ibu Bumi Bapak Kuasa memberikan apa yang ia inginkan dan leluhur selalu menjaganya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline