Indonesia dikenal dari sejak jaman purbakala merupakan negara maritim dan kepulauan dengan wilayah laut yang potensial. Garis pantai Indonesia kurang lebih mencapai 95.000 km ( terpanjang kedua setelah Kanada). Kalau begitu seberapa besarkah potensi yang sejak jaman dahulu ini dilihat menjadi kekuatan bangsa kita?
Illegal fishing menjadi salah satu alasan Indonesia merugi di bidang kelautan dan perikanan. Dilansir melalui data FAO ( Food Agricultural Organization),Indonesia merugi sekitar USD 50 milliar atau Rp 600 T akibat illegal fishing tiap tahunnya. Jumlah ini tentu tidak sedikit jika berhasil diselamatkan dan dialokasikan pada RAPBN negara. Peninjauan Undang-undang pun sudah dilakukan mengenai efektifitas dan efek jera sanksi yang diberikan. Yang dahulunya diatur oleh UU no. 31 tahun 2004, diperbarui dengan UU no. 45 tahun 2009 yang secara umum memperketat perijinan dan sanksi illegal fishing.
Tidak tanggung-tanggung, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia , Ibu Susi Pudjiastuti, memberi peringatan kepada nelayan asing yang mengeksploitasi ikan di wilayah laut Indonesia dengan mengebom kapal-kapal asing yang tertangkap. Demikian bisa disimpulkan bahwa Indonesia memiliki modal yang sebenarnya cukup fantastis apabila berhasil diolah secara efektif dengan memperhatikan keberlanjutan dari sumber daya kelautan yang ada.
Tak Hanya itu, potensi Indonesia pun juga karena lokasinya yang strategis bagi perdagangan internasional maupun transportasi jalur laut dunia. Hal ini dikarenakan letaknya yang berada di antara dua benua besar dunia Asia dan Amerika, serta diantara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Melihat hal-hal tersebut, kita bisa menebak sendiri betapa pentingnya didirikan bangunan laut yang memperhatikan struktur kelautan dan mendukung efisiensi distribusi.
Tol Laut misalnya , sebuah program kerja rintisan Jokowi-JK yang merupakan contoh keberhasilan program pembangunan struktur kelautan Indonesia. Dengan adanya tol laut yang menghubungkan ke wilayah Indonesia Timur, Indonesia tercatat sukses menurunkan harga barang pokok di Indonesia Timur hingga 20%.
Meskipun demikian, Indonesia masih terbilang memprihatinkan dengan keadaan galangan kapal dan pelabuhan yang jauh dari kata optimal. Faktanya, galangan kapal yang terpakai di Indonesia haya 10-15 % dari total galangan kapal yang sebagian besar terkonsentrasi di Pulau Jawa. Ditambah dengan pelabuhan di Indonesia yang memiliki waktu bongkar muatan kapal / dwelling time yang berkali-kali lipat lebih lama dibandingkan negara tetangga, yaitu sekitar 6 hari di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Sebagai perbadingan, negara tetangga terdekat, Singapura, hanya memerlukan 1 hari untuk dwellingtime.
Dwelling timesendiri terdiri dari 3 tahap, pre-custom clearance, custom clearance,dan post-customclearance. Sementara yang memakan waktu paling lama adalah pre-custom clearanceyang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) , Badan Karantina, dan belasan instansi lain. Namun, Kementerian Perdagangan juga sedang bertindak menyikapi hal ini dengan program perbaikan dwelling time dengan target 2,7 hari. Jika kita bisa berbenah, tentu banyak kapal internasional yang lebih memilih singgah di Indonesia. Perbaikan maritim Indonesia tentu akan berdampak bagi bangsa dan mancanegara , maka dari itu sudah saatnya Indonesia tidak memandang sebelah mata kekuatan sumber daya kelautan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H