Filsafat sangat penting karena mempelajari pandangan hidup dan erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah kriminologi. Hubungan antara filsafat dan kriminologi tidak dapat dipisahkan. Sebab keduanya dapat membentuk satu kesatuan yang utuh dan mudah untuk dipahami.
Tidak hanya para kriminolog, masyarakat Indonesia juga harus mampu berpikir kritis. Oleh karena itu, penting untuk berpikir kritis terhadap keyakinan dan sikap yang telah dipastikan kebenarannya. Inilah pentingnya filsafat dalam kriminologi untuk mampu menangani berbagai kasus di Indonesia. Karena filsafar mempelajari tentang pandangan hidup sehingga sangat penting dan juga berkaitan erat dalam ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah kriminologi.
Filsafat (farsafa dalam bahasa Arab, filsafat dalam bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani. Kata ini terdiri dari kata "philein" yang berarti cinta (love) dan "sophia" yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Secara etimologis, filsafat berarti, dalam arti terdalam, cinta akan kebijaksanaan.
Seorang filsuf adalah seseorang yang mencintai, mendambakan, dan mencari kebijaksanaan. Dalam masyarakat, "filsafat" sering dikaitkan dengan keinginan untuk memikirkan masalah secara lebih mendalam, dan tidak terbatas pada kebutuhan eksternal. "Filsafat" juga dapat merujuk pada pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang (view of life), atau teori umum tentang kehidupan dan bagaimana hal itu harus diatur. Filsafat tampaknya dipahami di sini sebagai mempunyai orientasi praktis. Kata kriminologi berasal dari kata latin crimen dan logos. Climen artinya kejahatan dan logos artinya pengetahuan.
Kriminologi adalah studi tentang kejahatan dalam hubungannya dengan masyarakat, ilmu pengetahuan, pemerintah, dan hukum Oleh karena itu, bidang kriminologi menawarkan banyak peluang untuk melakukan pekerjaan yang menarik, terutama di bidang penegakan hukum dan psikologi, tetapi juga di bidang lainnya.
Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari fenomena kriminal. Kriminologi penting di Indonesia karena berkaitan dengan kejahatan itu sendiri, pelaku kejahatan, korban kejahatan, dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan. Ilmu pengetahuan kriminal di Indonesia masih minim atau berskala kecil.
Namun, mengetahui lebih jauh tentang bentuk-bentuk kejahatan, faktor-faktornya, bahkan dampaknya bukanlah suatu masalah besar. Oleh karena itu, diperlukan tinjauan filosofis yang bermanfaat untuk memperluas bidang ilmu pengetahuan. Khususnya mengenai perkembangan kriminologi di Indonesia.
Dalam filsafat ilmu, ada 3 aspek atau landasan berpikir filsafat, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga aspek tersebut saling berhubungan sekaligus memiliki kaitan dengan perkembangan ilmu kriminologi.
- Ontologi
Ontologi adalah bagian dari ilmu filsafat yang mempelajari esensi keberadaan, termasuk segala hal yang ada dan yang mungkin ada. Ontologi adalah cabang ilmu dalam filsafat yang mempertanyakan esensi dari apa yang terjadi. Ontologi dalam filsafat memiliki kedudukan yang penting dalam perkembangan ilmu kriminologi saat ini. Melalui ontologi, kriminolog dapat mengidentifikasi dan memahami keberadaan pelaku kejahatan, menjadikan filsafat ontologi relevan dengan ilmu kriminologi di Indonesia.
- Epistemologi
Epistemologi adalah bagian dari ilmu filsafat yang mempelajari sifat, cakupan, dasar-dasar, dan cara seseorang memperoleh pengetahuan. Epistemologi dalam filsafat dan kriminologi memiliki hubungan yang erat karena keduanya membahas proses pengetahuan untuk mencapai kebenaran. Kriminologi dalam mencari kebeneran memiliki arti bahwa untuk mengetahui mengapa seseorang dapat melakukan kejahatan.
- Aksiologi
Secara sederhana, aksiologi adalah tentang nilai. Aksiologi membahas tentang bagaimana ilmu berhubungan dengan nilai, apakah ilmu bersifat netral terhadap nilai atau terpengaruh oleh nilai-nilai tertentu. Sama halnya dengan ilmu kriminologi yang memanfaatkan teori nilai untuk menemukan keseimbangan antara tindakan kejahatan dan norma-nilai yang berlaku dalam masyarakat.