Sebuah kritik tajam dan pernyataan sikap dari akademisi yang terdiri dari berbagai kampus/perguruan tinggi merupakan sebuah intrupsi terhadap kekuasaan.
Kalangan pendidik yang tergabung sebagai Guru Besar telah menginterupsi kekuasaan kepada Presiden Joko Widodo yang di tenggarai telah menyimpang dari perilaku seorang negarawan.
Sikap yang di tujukan oleh para Guru Besar dan dosen dari civitas akademika tersebut merupakan sebuah wujud dan praktek adanya koreksi terhadap sebuah citra kekuasaan yang tidak sehat serta sekaligus sebagai "vaksin" bagi negara yang sedang tidak baik-baik saja.
Istana sebagai sebuah simbol kekuasaan yang seharusnya menampilkan citra yang baik dan keberpihakan terhadap rakyat, terjebak dalam pusaran politik, dan di bajak oleh segelintir politisi yang hanya ingin menginginkan kuasa dengan dalih rakyat semesta dan anakmuda.
Di antara koridor-koridor marmer yang megah, tersembunyi agenda-agenda tersembunyi dan perjanjian yang merugikan yang mengorbankan kepentingan rakyat demi keuntungan sekelompok dan pribadi semata. Meskipun tampak gemerlap dari luar, di dalamnya terdapat ketidaksempurnaan yang memalukan yang mencoreng citra institusi dan menimbulkan keraguan terhadap integritas negara.
Sampah politik adalah limbah moral yang mengotori panggung kebijakan, menciptakan bau busuk yang meresap ke dalam jantung demokrasi. Ini adalah hasil dari manipulasi, intrik, dan keserakahan yang menutupi kepentingan rakyat dengan lapisan-lapisan ketidakjujuran dan keserakahan. Seperti tumpukan sampah yang terus bertambah.
Istana dalam pusaran sampah politik adalah citra yang menggambarkan perilaku penguasa yang terendam dalam kepentingan pribadi yang merajalela. Di sana, para elit politik bermain dalam taman belakang mereka, menjalin persekongkolan yang merugikan rakyat sementara mereka sendiri terus menikmati keistimewaan dan kekayaan. Istana yang seharusnya menjadi pusat kebijakan yang bermartabat dan amanah malah tercemar oleh kepentingan-kepentingan gelap yang mempengaruhi setiap keputusan yang dibuat. Dalam pusaran sampah politik ini, suara rakyat seringkali terdengar samar, dan idealisme demokrasi pudar di antara bisingnya kepentingan egois.
Penulis:
Bung Maulana Yusuf Amrullah
Sekretaris DPC GMNI Pandeglang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H