Lihat ke Halaman Asli

Prosedur Sidang SIM di PN

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu, tepatnya hari Sabtu, saya terkena tilang di daerah Cempaka Putih. Kebetulan saat itu saya menggunakan motor. Saya yakin saat itu saya tidak melihat tanda bahwa motor tidak boleh melewati fly over, tapi tiba-tiba, diujung fly over, beberapa polisi telah menghadang, siap menilang. Saya tidak melakukan perlawanan sedikitpun, saat itu saya sedang malas ribut. Polisi hanya memeriksa sim dan stnk yang mana stnk saya tidak dibaca sedikitpun, hanya SIM saya yangn ditahan. Polisi mengeluarkan surat tilang berwarna merah dan mengatakan bahwa saya harus mengambil SIM tanggal 28 November di PN Gajahmada.

Saat itu saya oke-oke saja, saya pikir polisi sekarang mulai membaik, tidak lagi minta uang ditempat, tapi langsung memberikan surat tilang merah tanpa diminta.

Setelah sampai dirumah, saya membaca surat tilang tersebut dan mulai muncul kecurigaan saya. Polisi ini bertugas di Jakarta Selatan, tapi dia menilang saya diwilayah Jakarta Pusat. Dan menyuruh saya untuk mengambil SIM di PN Jakarta Pusat, seharusnya SIM itu bisa saya ambil di Jakarta Selatan.

Hari ini, ketika tiba waktunya saya mengambil SIM di PN Jakarta Pusat. Sebelumnya saya sudah membekali diri saya tentang prosedur pengambilan SIM di PN. Banyak calo yangakan menawarkan kita sejak mulai parkir. Dari depan PN pun, calo itu kan bilang parkir didalam penuh, padahal setelah saya coba parkir di dalam, ternyata masih banyak tempat.

Sidang SIM ada di lantai 2 dan saya langsung menuju ke tempat tersebut. Ternyata sudah banyak sekali orang yang mengantri untuk sidang. Saya membaca proses sidang tersebut di papan yang tertera di depan ruang sidang. Dan lagi-lagi saya dibuat kecewa, prosedur yang saya lalui tidak seperti apa yang tertera di papan.

Pertama saya disuruh untuk meminta nomor antri dan menyerahkan surat tilang merah saya. Saat itu saya mendapat nomor 390 dan nomor yang dipanggil adalah nomor 338. Hanya mengantri kurang dari 5 menit, giliran nomor saya dipanggil.

Saat menyerahkan nomor tersebut, petugas langsung menyebutkan, "100 ribu, mbak". Saya tidak serta merta menyerahkan uang tersebut, karena setau saya, saya harus membayarnya di bank dan harus melalui sidang untuk tahu nominal yang akan saya bayar. "Kok maksimal, Pak?". " Iya sesuai keputusan hakim."

Untung saya lagi males ribut, jadi tanpa banyak tanya, saya bayar saja uang tersbut, walaupun saya kecewa karna uang itu tidak masuk ke kas negara. Dan lebih anehnya lagi, seharusnys SIM saya bolong, bukti saya memang melanggar peraturan lalu lintas dan sudah melalui sidang. Tapi sampai saat saya mengambil, SIM saya masih dalm keadaan seperti sebelumnya a.k.a tidak bolong.

Padahal saya sudah siap melaui proses sidang demi keadilan. Tapi ternyata memang susah mendapatkan keadilan di negeri kita ini, bahkan sampai di tingkat pengadilanpun, keadilan masih tidak bisa ditegakkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline