Lihat ke Halaman Asli

Kamaruddin

Mengingat bersama dengan cara menulis

Aktivis Perempuan Aceh Minta Kasus Kejahatan Seksual Pesulap Hijau Dihukum UU TPKS

Diperbarui: 29 Oktober 2022   16:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati | Dok. Pri

"Pelaku harus dihukum dengan hukuman maksimal, dan korban harus dapatkan pemulihan komprehensif. UU TPKS lebih komprehensif dalam upaya penanganan, pemulihan dan pemenuhan hak korban," kata Riswati

Banda Aceh - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Flower Aceh meminta kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh pesulap hijau atau dukun cabul di Kabupaten Pidie dihukum dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, mengatakan kasus kejahatan seksual ini sangat merugikan para korban secara fisik dan psikis, bahkan berpeluang mempengaruhi kehidupan sosial korban. Pelaku Bakhtiar, 46 tahun, harus dihukum dengan UU TPKS.

"Pelaku harus dihukum dengan hukuman maksimal, dan korban harus dapatkan pemulihan komprehensif. UU TPKS lebih komprehensif dalam upaya penanganan, pemulihan dan pemenuhan hak korban," kata Riswati, Jumat, 28 Oktober 2022.

Ia menjelaskan UU TPKS menjamin hak atas pemulihan baik fisik, psikologis, ekonomi, sosial dan budaya serta restitusi. Pemulihan dilakukan sebelum, selama dan setelah proses peradilan, diantaranya berupa penyediaan layanan kesehatan pemulihan fisik, penguatan psikologis korban, pemberian informasi tentang hak korban dan proses peradilan, penyediaan tempat tinggal yang layak dan aman, pendampingan hukum.

"UU TPKS memastikan korban mendapatkan jaminan perlindungan, penyediaan akses informasi penyediaan perlindungan, perlindungan dari ancaman kekerasan dan berulangnya kekerasan, perlindungan terhadap kerahasiaan identitas," jelas Riswati.

Kemudian, lanjutnya, korban juga mendapatkan jaminan pemulihan setelah proses peradilan diantaranya dalam bentuk pemantauan, pemeriksaan dan pelayanan kesehatan fisik dan psikologis korban secara berkala dan berkelanjutan, pemantauan dan pemberian dukungan lanjutan terhadap keluarga korban, penguatan dukungan komunitas untuk pemulihan korban, pendampingan penggunaan restitusi.

"UU TPKS selain menjamin hukumannya lebih maksimal terhadap pelaku, juga mengakomodir penanganan, perlindungan, pemulihan dan pemenuhan hak korban kekerasan seksual secara komprehensif," tegas Riswati.

"Untuk itu, kita memberikan dukungan kepada aparat penegak hukum untuk menggunakan UU TPKS dalam penanganan hukum kasus ini," tambahnya.

Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan pada 12 April 2022. Pengesahan UU TPKS dilakukan saat rapat paripurna DPR RI ke-19 masa persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline