Lihat ke Halaman Asli

Kamaruddin

Mengingat bersama dengan cara menulis

Dua Pasal Kekerasan Seksual terhadap Anak dalam Qanun Jinayah Minta Dicabut

Diperbarui: 19 Oktober 2021   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

LBH Banda Aceh bersama KontraS Aceh, Flower Aceh, Solidaritas Perempuan Aceh dan Reqan mengadakan FGD multipihak | Dok. Pribadi.

Banda Aceh - Berbagai elemen organisasi masyarakat sipil di Aceh yang selama ini konsen terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak meminta dua pasal tentang kekerasan seksual terhadap anak di Aceh dalam Qanun Jinayah untuk dicabut.

Hal itu disampaikan dalam Forum Group Discussion (FGD) multipihak yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Flower Aceh, KontraS Aceh, Solidaritas Perempuan Aceh dan Tim Revisi Qanun (Reqan), dengan tema "Urgensi Revisi Qanun Jinayah untuk Perlindungan Anak di Aceh" yang diadakan di Hotel Ayani, Senin, 18 Oktober 2021.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul, mengatakan dalam Qanun Jinayah tidak ada aspek yang mengupayakan hukuman yang jera untuk pelaku, tidak ada upaya pemulihan terhadap korban dan tidak melakukan pencegahan terhadap pelaku.

"Kita minta dicabut pasal 47 dan 50. Ini bukan untuk melemahkan Qanun tapi ini untuk memperkuat Qanun Jinayah, agar makin kuat, tidak dianggap sebagai kebijakan yang tidak memiliki perspektif anak," kata Syahrul.

Ia menjelaskan di Aceh terdapat dua aturan hukum terkait dengan penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pertama diatur melalui pasal 47 dan 50 Qanun Jinayah. Kedua, melalui Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA).

"Di Aceh dominan menggunakan Qanun Jinayah. Ternyata berdasarkan pengalaman selama ini Qanun Jinayah lebih lemah ketimbang UUPA," ungkap Syahrul.

Ia menyampaikan dalam Qanun Jinayah tidak ada aspek mengupayakan pemulihan terhadap korban dan melakukan pencegahan terhadap pelaku. Di Qanun tidak ada ancaman pidana terhadap seseorang yang membujuk rayu anak untuk melakukan kekerasan seksual.

"Sedangkan UUPA, baru bujuk rayu saja sudah dianggap upaya melakukan kekerasan seksual terhadap anak dan bisa diancam pidana," ujar Syahrul.

Syahrul menyebutkan ada tiga rujukan hukuman yang diajukan oleh Qanun Jinayah, hukum cambuk, hukum bayar denda dan kurungan. Ketiganya tidak bisa diakumulasi sehingga hakim wajib memilih salah satu diantara ketiga itu.

"Sedangkan di UUPA, hakim bisa menghukum pelaku, baik pidana kurungan, bayar denda dan restitusi terhadap korban," tuturnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline