Lihat ke Halaman Asli

Kamaruddin

Mengingat bersama dengan cara menulis

Sepiring Inspirasi di Nasi Goreng Pak Syeh

Diperbarui: 19 Agustus 2021   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerobak Nasi Goreng Pak Syeh (Dokpri)

"Tidak ada contoh negara yang diuntungkan dari perang yang berkepanjangan." Sun Tzu.


"Bg syeh, nasi goreng kampung 2, 1 pake telur mata sapi + ayam goreng, jangan pake acar, banyakin kerupuk, nasinya sedang. 1 lagi pake telur dadar + ikan, banyakin acar, kerupuk sedang, nasi agak banyak, tambahin saos," pesan Bilal dalam satu tarikan nafas.

Senin malam, 16 Agustus 2021, saya bersama dua sahabat, Bilal Faranov dan Soraya Balkis, memutuskan untuk makan malam di nasi goreng 'Pak Syeh' yang berada di Pusat Pedagang Kaki Lima di Kawasan Darussalam, Banda Aceh. Berhubung Soraya sudah makan, dia hanya memesan lemon tea hangat tanpa gula.

Kursi plastik Napolly warna kuning tersusun rapi di belakang gerobak nasi goreng 'Pak Syeh'. "Silahkan duduk," Pak Syeh mempersilahkan.

Aroma smoky nasi goreng menembus indra penciuman yang sedari pagi tadi sumbat. Lalu lalang kendaraan hilir melintasi jalanan. Klakson dan sorot lampu mobil saling memberi isyarat ketika berpapasan. Lalu lintas malam itu tak terlalu padat, terkesan enggan masyarakat keluar, karena baru-baru ini Kota Banda Aceh kembali ke zona merah.

"Katrok lom Corona, barosa kagadoh siat, nyo katrok ilom (sudah datang lagi Corona, kemarin sudah hilang sebentar, ini udah datang lagi," keluh Pak Syeh kental dengan logat Acehnya berbarengan dengan bunyi wajan, pertanda pesanan kami sedang dalam diproses.

Modal Bahasa Inggris dan Peluang Hebat

Sementara itu, kami yang sedang menunggu pesanan, mulai larut dalam obrolan. Bilal mulai bercerita, tadi sore dia berkesempatan masuk ke Istana Wali Nangroe Aceh di Jalan Soekarno Hatta, Lampeuneurut, Aceh Besar, setelah mendapat undangan via WhatsApp dari salah seorang dosen, ini pertama kali dia masuk ke kompleks Meuligoe Wali Nanggroe yang dibangun di atas tanah seluas 11 hektare.

"Sangat luas, saya sangat berkesan, arsitekturnya pun hampir mirip dengan gedung putih," ucap Bilal takjub.

Disana, kata Bilal, mereka terpaksa harus menunggu di luar, karena ada pertemuan orang penting. "Sepertinya pembahasan di dalam itu berkaitan dengan ekonomi di Aceh, khususnya investasi," celetuk Bilal menduga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline