Lihat ke Halaman Asli

Kamal Ramdhan

Kampung Cokelat

In My Humble Opinion (IMHO): Crisis in Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_101899" align="alignleft" width="300" caption="Peta area kekuasaan Majapahit. Sumber : id.wikipedia.org"][/caption] Jika dilihat sejarah Indonesia, negara kita tercinta ini tidak pernah terlepas dari perjuangan tiada akhir. Seperti perang yang tidak tahu kapan akan berhenti dan melakukan gencatan senjata. Semasa penjajahan dahulu yang memakan waktu kira-kira 350 tahun, kita dihadapkan pada perjuangan melawan kebodohan (perjuangan pertama), bodoh dalam arti yang sebenarnya karena kita memang pada masa itu sangat tertinggal jauh dengan bangsa-bangsa maju yang salah satunya berstatus sebagai penjajah bangsa kita, sehingga tanpa terasa kita sudah dijajah oleh mereka selama tiga setengah abad dan tidak mungkin menang melawan penjajah tanpa menggunakan akal. 350 tahun..! , bayangkan!. Setelah bangsa kita mulai mengerti tentang arti kebebasan dan mulai menjunjung tinggi arti sebuah ilmu, mulailah kita berusaha mengusir penjajah dari negeri kita tercinta ini (perjuangan kedua) . Secara ekonomi, Nusantara (saya menyebut demikian karena pada waktu itu belum ada negara Indonesia) pernah mengalami masa kegelimangan dalam hal ekonomi yaitu dimasa kejayaan Majapahit dibawah kebesaran nama mahapatih Gajah Mada (1313-1364) dan Hayam Wuruk (13501389) sebagai rajanya. Saat itu pengaruh kerajaan Majapahit sangat besar bahkan sempat menguasai kerajaan-kerajaan lainnya di semenanjung Malaya, termasuk Singapura (Tumasek) Borneo, Sumatra, Bali, dan Filipina. Gajah Mada hidup pada masa dimana seorang raja benar-benar memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, dan tentu saja karena peran besar Gajah Mada sebagai abdi sang raja yang mempunya misi dan visi yang besar yang terkenal sebagai sumpah palapa tahun 1258 Saka (1336 M) tercatat dalam kitab Pararaton: Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”. Gajah Mada sang Mahapatih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada, “Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pahang, Dompu, Pulau Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik, aku takkan mencicipi palapa. Visi dan misi yang besar atau istilah sederhananya disebut sebagai mimpi nampaknya akan membuat seseorang seperti Gajah Mada menjadi orang yang paling disegani pada masa itu. Siapa yang mengira bahwa bangsa kita yang terkenal (paling tidak sekarang) sebagai bangsa yang tertinggal pernah menjadi buah bibir dikalangan negara-negara lain sebagai negara yang makmur gemah ripah loh jinawi. Indonesia Kini dan Nanti Indonesia terletak di Asia Tenggara yang berada di garis katulistiwa dan memiliki 17.508 pulau. Disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara) Negara kepulauan terbesar di dunia. Kata “Indonesia” berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu Indus yang berarti “India” dan kata dalam bahasa Yunani nesos yang berarti “pulau”. Jadi Indonesia bisa disebut wilayah India kepulauan. Rasanya sudah cukup banyak referensi tentang Indonesia, tentang masyarakatnya, tentang budaya, dan karakteristik bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Terlalu sayang jika bangsa yang besar ini di kemudian hari harus gulung tikar dikarenakan ketidak mampuan pemimpin mengayomi rakyatnya. Apakah itu akan terjadi ? In My Humble Opinion; bangsa ini tidak akan berhasil mewujudkan visi dan misi besar para pendiri republik ini jika kita tidak menemukan “Gajah Mada – Gajah Mada baru”. Seorang pemimpin tidak akan menang melawan kemahadahsyatan penyakit yang bernama kemiskinan Jika pengemban tugas kepemerintahan sibuk dengan dirinya sendiri. Bangsa kita pernah hampir jatuh berantakan oleh penghianatan anaknya sendiri tahun 1965, dan kita berhasil melewatinya (perjuangan ketiga). Di tahun 1998 (perjuangan keempat), krisis yang berkepanjangan membuat gerah mahasiswa dan berhasil menggulingkan presiden dengan tuntutan yang sampai sekarang masih kabur kemana arah dan tujuan dari tuntutan tersebut. Sistem pemerintahan yang katanya harus dirubah ternyata hanya kehilangan bungkusnya saja, isinya tetap sama seperti dahulu. Tidak ada perubahan fundamental terhadap sistem, yang mau tidak mau harus kita telan dampaknya sampai saat ini. Jika mau jujur tengoklah ke masa lalu melalui film-film dokumenter atau koleksi jurnalistik koran-koran bekas di perpustakaan-perpustakaan tua. Atau melalui cerita orang-orang tua yang mengalami secara langsung sejarah mulai berdirinya Indonesia sampai sekarang. Ceritanya sangat klasik, orang miskin tidak makan dua hari, anak kelaparan, sakit yang tidak bisa sembuh karena tidak bisa berobat, dan masih banyak lagi yang membuat hati merasa miris. Sampai kapan ?? Tahun lalu kita telah melewati pesta kedua yang katanya milik rakyat untuk menentukan nasib mereka dengan memilih suara untuk menentukan siapa yang pantas menjadi presiden Indonesia. IMHO bagi saya tidak penting siapa pemimpinnya. Yang terpenting adalah adakah seorang Gajah Mada baru yang pantas menyandang sebagai abdi yang menjunjung tinggi kemauan raja dan rakyatnya secara bersamaan. Saya tidak membicarakan wakil presiden, karena bagi saya wakil dan presiden hanyalah julukan bagi seorang raja di masa kini. Dalam ajaran yang saya anut tidak diperbolehkan putus asa dan merasa pesimis terhadap sesuatu. Tapi apa yang saya lihat pada pesta demokrasi pertama tahun 2009 lalu saya belum menemukan atau paling tidak belum melihat ada Maha Patih yang mempunyai visi dan misi yang besar setara dengan beberapa abad yang lalu saat sumpah palapa terdengar menggema seantero nusantara. Tidak adanya mimpi yang besar saat inilah saya sebut sebagai krisis jati diri. Krisis jati diri akan mengakibatkan bangsa yang besar kehilangan nyoninya atau dalam bahasa sekarang auranya musnah. Apakah kita harus menunggu akan ada seseorang yang melemparkan sebuah pendapat ekstrim bahwa hendaknya “Indonesia ditiadakan saja” berganti dengan nama baru yang belum terbayangkan itu apa. Apakah kita akan menunggu teori cerdas dari seseorang bahwa jika Indonesia tetap seperti sekarang maka tidak ada kata lain untuk membuatnya tidak jadi gulung tikar kecuali dengan berpisah mencari nasib sendiri-sendiri dengan membentuk negara sendiri-sendiri dari banyaknya jumlah propinsi yang ada sekarang. Saya takut membayangkan, entah harus memakan biaya berapa, semahal apa dan seberapa banyak darah yang akan tumpah (perjuangan terakhir). Saya hanya orang awam yang tidak banyak tahu tentang segala sesuatu, ini hanya opini saya yang bodoh. Bahwa krisis besar sedang terjadi di negeri kita. Sebuah krisis yang akan menjungkir balikkan nasib jika tidak bisa kita atasi, sebaliknya akan menjadi hal yang luar biasa melebihi mimpi jika kita bisa mengatasinya. Untuk Indonesia tercinta dan atau untuk bangsaku yang mulia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline