Lihat ke Halaman Asli

Kamalia Purbani

Pemerhati Pemerintahan, Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Perempuan

Cemas Tidak Memakai Sunblock di Hari Buruh

Diperbarui: 2 Mei 2023   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hari Buruh atau May Day baru saja diperingati Selasa 2 Mei 2023. Di Indonesia peringatan hari buruh hampir selalu diwarnai aksi unjuk rasa dari para buruh dan serikat pekerja. Dari tahun ke tahun selalu ada topik tuntutan yang disuarakan dari para buruh kepada pihak pemerintah. Pada saat saya menjabat sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung (2012-2013), menghadapi aksi unjuk rasa para buruh merupakan salah satu bagian dari pekerjaan seorang Kepala Dinas. Setidaknya ada dua momen yang biasanya merupakan puncak dari aksi tersebut yaitu pada saat Hari Buruh dan pada saat menjelang penetapan UMK yang pada masa itu (menurut pendapat saya), lebih menegangkan.  

Pada masa itu untuk membuat rekomendasi penyesuaian UMK, didasarkan kepada hasil Survey KHL dan Kebijakan Dewan Pengupahan. Pada masa itu, angka inflasi dan LPE belum dimasukan kedalam formulasi UMK, namun tetap menjadi referensi.

Tulisan saya saat ini tidak akan membahas tentang proses penetapan UMK yang sebelumnya pernah saya bagikan juga di blog Kompasiana, namun kali ini saya akan cerita tentang bagaimana situasi, kondisi, perasaan saya saat pertama kali menghadapi demo atau aksi buruh.

Seingat saya, belum tiga hari dilakukan serah terima jabatan dari pimpinan sebelumnya kepada saya, pada saat saya diperintahkan Bapak Walikota untuk merapat ke balaikota. Di balaikota sedang berlangsung aksi unjuk rasa buruh. Mereka meminta untuk menyampaikan aspirasinya langsung kepada Walikota. Melihat jumlah yang berunjuk rasa cukup banyak, maka Pak Walikota meminta hanya perwakilannya saja yang dibolehkan masuk untuk berdiskusi di ruang tengah. Mereka tidak bersedia, dan ingin masuk semua di balaikota. 

Oleh pihak Kepolisian dan TNI mereka ditahan di pintu gerbang agar tidak masuk ke halaman balaikota. Selain berjalan kaki dan memakai motor, aksi unjuk rasa juga menggunakan dua mobil bak terbuka, tempat mereka menyampaikan orasinya. Kondisi macet berat terjadi di Jalan Wastukancana.

Pak Walikota memerintahkan Pak Sekda untuk menemui buruh di depan pintu gerbang;  namun pada saat itu posisi beliau masih diluar sehingga saya diminta untuk menghadapi mereka terlebih dahulu sambil menunggu Pak Sekda datang. Jujur pada saat itu saya merasa belum siap,  karena belum jelasnya solusi atas tuntutan yang mereka sampaikan; diantaranya adalah (yang saya ingat); Hapuskan PKWT. Selain itu saya merasa agak terintimidasi dengan tuntutan mereka yang disampaikan melalui teriakan-teriakan. 

Namun karena ini perintah saya bertekad harus bisa menghadapi mereka. Didampingi oleh seorang mediator ketenagakerjaan, dengan mengucapkan bismillah saya menghampiri mereka. Hal pertama yang saya lakukan adalah memperkenalkan diri sebagai Kadisnaker baru. Respon mereka pertama adalah menyoraki saya. Mereka meminta saya naik ke podium yang ada di salah satu mobil terbuka, dan meminta perkenalan dilakukan sekali lagi menggunakan pengeras suara dengan alasan agar lebih didengar oleh semua peserta aksi.

Lutut saya agak gemetar saat naik podium karena beberapa hal: Pertama, takut jatuh (podium terasa kurang ajeg, walau tidak terlalu tinggi, namun diletakan landasan bak mobil terbuka); Kedua,  ternyata peserta aksi buruh sangat banyak, memenuhi jalan didepan balaikota; Ketiga,  matahari sangat terik membakar (sekitar jam 13.30); (4) kepala agak pusing karena belum makan siang dan tidak sarapan dengan layak; dan terakhir saya memakai rok panjang (seragam harian Pemda wanita berhijab) sehingga langkah kurang leluasa. Namun pada saat itu, saya bertekad untuk tidak memperlihatkan perasaan itu kepada peserta aksi.

Seteleh memperkenalkan diri, saya meminta perwakilan buruh menyampaikan kembali poin-poin aspirasi mereka dan mediator mencatat semuanya. Saya biarkan mereka menyampaikan aspirasinya sepuasnya, dan saya menyimaknya dengan serius. Beberapa tuntutan yang bukan menjadi kewenangan Pemerintah Kota saya berjanji akan menyampaikannya melalui surat resmi kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. Sambil dikusi berjalan, beberapa rekan Disnaker membagikan minuman kepada seluruh peserta aksi unjuk rasa sebelum akhirnya berangsur-angsur rombongan buruh meninggalkan lokasi. 

Saat itu saya sangat beryukur karena hari itu merupakan pengalaman pertama saya menghadapi aksi buruh, namun prosesnya bisa dibilang lancar walaupun pada awalnya ada sedikit miskomunikasi dengan salah satu perwakilan buruh. Setelah semua usai, saya baru menyadari bahwa wajah saya tampak memerah dan menggelap akibat terbakar matahari lebih dari satu jam tanpa sunblock karena lupa memakainya. Walaupun untuk memulihkannya butuh waktu lebih dari sebulan, namun saya sangat bangga dapat menyelesaikan salah satu tugas saya sebagai PNS.

Sekarang setelah purna tugas, saya bisa mengenangnya dengan indah dan merasa beruntung karena selama menjadi PNS banyak sekali pengalaman berharga dan menarik yang bisa jadi bahan cerita kepada anak cucu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline