Lihat ke Halaman Asli

Kamalia Purbani

Pemerhati Pemerintahan, Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Perempuan

Cerita di Balik Penetapan Upah Minimum Kota

Diperbarui: 8 Mei 2021   15:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari Buruh baru saja diperingati dengan cara yang khas setiap  tahun yaitu demo para buruh yang mengajukan tuntutan atas berbagai kebijakan dari pemerintah. 

Bagi saya yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja pada tahun 2012 sampai akhir tahun 2013, ada dua momen yang menjadi momok dalam menjalankan tugas yaitu pada saat Hari Buruh (1 Mei) dan pengusulan rekomendasi Upah Minimum Kota (UMK) yang biasanya dilaksanakan pada triwulan terakhir setiap tahunnya.

Kebijakan Pemerintah dalam menetapkan UMK berbeda dari tahun ke tahun. Pada masa saya menjabat (Tahun 2012-2013), rekomendasi UMK sebuah kota diusulkan oleh Walikota/Bupati kepada Gubernur untuk ditetapkan. Adapun perhitungannya didasarkan didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Dewan Pengupahan Kota  (DPK) adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit dibentuk dan diangkat oleh Walikota yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Walikota dalam Rangka pengusulan Upah Minimum Kota (Permenakertrans No. 13 tahun 2012). Ketua DPK Kota Bandung dijabat oleh Kepala Disnaker dan Wakil Ketua berasal dari unsur Perguruan Tinggi. 

Anggota DPK terdiri dari unsur pengusaha dari unsur retail, otomotif, tekstil dan jasa , unsur serikat pekerja (SPSI, SBSI 1992, SPN, TSK), unsur pemerintah (beberapa perangkat daerah pada pemerintah kota yaitu Disnaker, Disbudpar, Bappeda, Diskominfo, Dishub, Disindagkop,  Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan, Bagian ekonomi) serta BPS Kota Bandung dan terakhir dari unsur perguruan tinggi (Universitas Padjadjaran)

Proses penetapan KHL oleh DPK diawali dengan rapat-rapat Penyusunan dan penetapan Tata Tertib Kesepakatan Jadwal Kerja  serta Pembahasan dan kesepakatan kualitas 60 Parameter KHL, kesepakatan Lokasi Pasar untuk Survei, Kesepakatan pembentukan dan anggota Tim Survei, Kesepakatan teknik Survei. 

Data hasil survey diolah oleh Kantor Statistik agar menghasilkan angka yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam proses penetapan KHL sering terjadi dinamika, utamanya dalam menyepakati kualitas parameter KHL.

Saya pernah mengalami kejadian yang tidak pernah saya lupakan yaitu  pada saat proses penetapan UMK tahun 2014 pada bulan November 2013.  Walikota Bandung pada saat itu, Bpk Ridwan Kamil, telah memutuskan untuk membuat rekomendasi UMK Kota Bandung 2014 sebesar Rp 1.923.157,- untuk disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat yang selanjutnya akan menjadi pertimbangan dalam penetapan UMK Kota Bandung. 

Nilai rekomendasi UMK Kota Bandung Tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar 24,98 % dari UMK sebelumnya Tahun 2013 yaitu Rp 1.538.703,-. Walikota Bandung mengambil keputusan tersebut setelah mendapat mandat dari DPK Kota Bandung, yang pada beberapa kali pertemuannya tidak menghasilkan suatu kesepakatan terhadap rekomendasi usulan UMK Kota Bandung.

Walaupun Nilai rekomendasi yang disampaikan oleh Walikota Bandung tersebut sudah jauh melebihi angka KHL, namun rupanya angka tersebut tidak memuaskan para Serikat Pekerja. Mereka melakukan demo di balai kota selama tiga hari berturut-turut dan mengancam tidak akan berhenti sebelum tuntutannya dipenuhi. 

Pada hari pertama dan kedua, situasi masih kondusif dan dapat dikendalikan, namun pada hari ketiga sudah mulai ada riak-riak yang membuat saya khawatir. Pagar kantor DPRD mulai roboh, beberapa pegawai Pemerintah Kota mulai terprovokasi karena merasa terganggu dengan kepungan demo buruh yang telah berlangsung selama tiga hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline