Lihat ke Halaman Asli

Rayendra

Diperbarui: 20 Februari 2021   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rayendra Cindy

Bagi kalangan akademisi, jurnal ilmiah merupakan bagian sentral dari pekerjaan mereka. Jurnal biasanya menjadi patokan kinerja akademisi dalam mengevaluasi berbagai macam hal, antara lain seperti  kenaikan jabatan, pelaksanaan hibah penelitian, kepakaran seseorang dalam suatu bidang, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu akses terhadap jurnal ilmiah adalah hal yang nyaris mutlak bagi kalangan akademik, terutama peneliti di institusi pendidikan tinggi. Jurnal ilmiah yang dimaksud adalah jurnal terindeks. Ada beberapa rujukan indeks yang sering dipakai oleh kalangan akademik, seperti scopus, web of science, google scholar, danish norwagian index, dan lain sebagainya.

Tetapi, sayang untuk  mendapatkan akses terhadap jurnal-jurnal tersebut tidakah mudah (bahkan terbilang "tidak murah") untuk beberapa kalangan. Kebanyakan , para peneliti/akademisi tidak membeli jurnal-jurnal berbayar dengan uang mereka sendiri, akan tetapi akses yang mereka dapat dari institusi tempat mereka bekerja yang berlangganan jurnal tersebut. 

Sedangkan untuk biaya langganan jurnal ini tidaklah murah, sebuah institusi bisa mengeluarkan dana sebesar 5.000-600.000 USD. Dengan biaya langganan sebesar ini, sangat wajar bila institusi menginginkan "feed back"balik yang besar. Namun, banyak pihak meragukan timbal balik yang menguntungkan dari berlangganan jurnal ini.

Hambatan akses jurnal yang diakibatkan karena biaya ini menjadi penghambat berkembangnya ilmu pengetahuan dan penghambat bagi para peneliti yang berkarya di institusi yang memiliki keterbatasan pendanaan. Contohnya adalah peneliti di Indonesia, di mana relatif sedikit institusi riset di Indonesia yang berlangganan jurnal-jurnal ilmiah (yang jumlahnya hanya sedikit).

Tingginya biaya untuk masuk akses ini tidak bisa diterima karena tidak ada biaya produksi yang tinggi dalam memproduksi jurnal. Saat ini, akses jurnal hanya dilakukan melalui internet sehingga seharusnya menurunkan biaya produksi, tidak seperti publisher buku konvensional yang memiliki biaya produksi dan distribusi yang relatif lebih tinggi.

Di samping itu, sebenarnya penulis jurnal tidak mendapatkan bagian keuntungan materiil apapun secara langsung dari publisher. Padahal, penulis harus membayar fee agar artikelnya bisa diterbitkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline