Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum, Hukum merupakan produk politik. Mengingat perjalanan dalam sejarah Indonesia, dapat disimpulkan bahwa hukum yang saat ini berlaku ialah hasil pengaruh oleh kekuatan politik, setidaknya dapat dilihat dari segi politik hukum nasional. Begitu juga dengan hukum Islam di Indonesia yang tak lepas dari pengaruh kekuatan politik. Oleh karena itu, wujud pembentukan hukum Islam di Indonesia selalu beriringan dengan vested interest politik.
Hukum Islam merupakan norma yang hidup serta diyakini oleh masyarakat Islam di Indonesia, karena itu semenjak awal perumusan konstitusi, prinsip dan nilai dalam ajaran agama Islam telah menjadi dan masuk mempengaruhi dalam merumuskan konstitusi. Sejak saat dibentuknya konstitusi negara, nilai ajaran Islam telah dirumuskan dalam Piagam Jakarta yang merupakan sumber kedaulatan dalam memancarkan proklamasi dan Konstitusi Nasional.
Di Indonesia, proses pembentukan hukum Islam ke dalam hukum nasional ditandai dengan masuknya beberapa aspek Islam ke dalam Undang-Undang, baik yang langsung menyebutkan nya dengan istilah hukum Islam, maupun yang tidak menyebutkan langsung. Pembentukan hukum Islam ke dalam hukum nasional memang menimbulkan masalah baru, artinya harus ada penyatuan hukum meskipun memiliki sisi positif dalam hal memenuhi kebutuhan hukum bagi umat Islam. Untuk itu, dibutuhkan penyatuan dan ini tidak bisa terjadi dengan sendirinya, melainkan dibutuhkan kekuatan politik. Daniel S.Lev mengemukakan bahwa hukum dalam Islam dipisahkan dari kepentingan khusus masyarakat lokal dan digeneralisasikan bagi kepentingan segenap umat, dan hukum Islam adalah hukum ketuhanan yang berlaku bagi setiap muslim di mana pun berada.
Pembentukan hukum Islam ke dalam hukum nasional tidak perlu seluruhnya dilakukan. Ketentuan hukum Islam yang perlu dijadikan hukum nasional adalah hukum yang pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasan negara dan berkorelasi dengan ketertiban umum. Seperti contohnya adalah dalam masalah hukum perkawinan atau hukum keluarga. Kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia semakin memperoleh pengakuan yuridis. Pengakuan berlakunya hukum Islam dalam bentuk peraturan dan perundang undangan yang berimplikasi kepada adanya pranata-pranata sosial, budaya, politik dan hukum. Salah satunya adalah diundangkan nya Undang-Undang No. 1 tahun 1974.
Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 1 yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada dasarnya, perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan hukum masing-masing agamanya adalah sah. Demikian ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
UU lain terkait perkawinan juga terhimpun di dalamnya, Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU nomor 1 tahun 1974. Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1990 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian PNS.
Di Indonesia, persoalan hukum perkawinan telah dikodifikasikan melalui Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang ditetapkan berdasarkan Inpres No. 1 tahun 1991 dan Kep. Menag No. 154 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Dengan adanya politik hukum tersebut maka hukum mengenai perkawinan tetap dapat mewujudkan prinsip-prinsip yang selaras dengan landasan filsafat pancasila dan UUD 1945. Begitu pula tetap tertampung di dalamnya unsur-unsur dan ketentuan-ketentuan hukum dalam agama Islam, yang semua itu dapat relevan dengan perkembangan kehidupan masyarakat di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H