Lihat ke Halaman Asli

Pertempuran Tuhan

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com



I

Pada mulanya semesta masih hampa

Ketiadaan menyelimuti semesta raya

Kebijaksanaan melayang-layang di antaranya

kemudian memampatkan semesta ke dalam perut-Nya

dan meledak menjadi Kata

Bersama Kebijaksanaan, Kata melayang-layang

Kebijaksanaan dan Kata meneteskan Cinta

dan bersama mulai menciptakan Kala

serta menyembelih Ketiadaan

tubuhnya dikoyak-koyak

dan dijadikan bahan perekat semesta

Semesta yang telah meledak jadi puing

mulai dirangkai dan direkatkan kembali

dengan potongan-potongan Ketiadaan

dan semesta melahirkan Ada

Kata Cinta Kebijaksanaan menyentuh Ada

dan Ada pun membelah dirinya menjadi dua:

Langit dan Bumi

Langit melahirkan para dewa dan bintang-bintang

Bumi melahirkan para manusia dan makhluk lainnya

Kata Cinta Kebijaksanaan memandang semua baik adanya

memerintahkan Kala memutar roda semesta raya

lalu memberkati segala yang telah dicipta

Akan tetapi, ada satu potongan Ketiadaan

yang menjelma menjadi Kematian

dan selalu menyelinap di antara celah semesta

siap menelan anak-anak Ada

tak terkecuali manusia juga dewa

II

Telah berjuta masa Kala memutar roda semesta raya

manusia beranak-pinak dan telah memenuhi dunia

bahkan terkadang menjalin hubungan dengan dewa

sehingga melahirkan ras manusia perkasa

Namun, Kematian selalu berhasil menelan mereka

memberi mereka penderitaan, pedih, dan luka

serta ratap tangis yang menyayat tiada tara

Hidup selalu berakhir menjadi ketiadaan semata

Para dewa yang selalu hampir luput dari Kematian

tidak dapat berbuat apa-apa menolong manusia

sebab mereka pun mengalami Kematian pula

hanya saja tanpa derita, pedih, dan luka

Kata Cinta Kebijaksanaan berkenan

bersemayam dalam sanubari para dewa

itulah mengapa mereka kekal selamanya

dan hampir luput dari incaran Kematian

Di dalam samadi yang hening

para dewa mendengar ratap tangis manusia

Namun, hati mereka terkoyak

tak mampu berbuat apa-apa

sebab mereka pun dapat terluka dan tiada

Beberapa dewa menaruh iba

lalu menghampiri anak-anak manusia

hingga lahirlah ras manusia perkasa

yang menjadi panglima menentang Kematian

Hanya saja, mereka menjadi tua

kehilangan daya dan tenaga

lalu tiada

menjadi cerita dan legenda

Hingga pada suatu ketika Kebijaksanaan bersabda

mengutus para dewa mengajari manusia jalan Cinta

di dalam hening dan diam

di dalam rasa yang selaras dengan semesta

karena semesta telah ditelan Kebijaksanaan

dan dieja menjadi Kata

Para dewa itu pun turun ke dunia

bukan ras manusia perkasa yang dicari

sebab mereka adalah pejuang panglima

melainkan manusia murni anak Bumi

Diajari mereka cara samadi

menyatukan karsa, rasa, raga, serta hati

dengan denyut Cinta jagad semesta

menyelami Sang Kebijaksanaan

di dalam hening

di dalam diam

tak terperi

Dan, dengan terbata mereka diajari

bagaimana memeri yang tak terperi

Mengungkapkan Kebijaksanaan

yang mereka selami di dalam Cinta

menjadi untaian-untaian Kata suci

Demikianlah mereka menuliskan Kata

ke dalam Kitab-kitab Suci

yang menjadi pusaka manusia

untuk bersatu dengan Kebijaksanaan

dan mampu menghadapi Kematian

tanpa derita, pedih, dan luka

Manusia yang menyelami Kebijaksanaan

di dalam naungan Cinta dan laras semesta

adalah para rshi, juga disebut pula nabi

yang mewahyukan Kata Hyang Ilahi

Mereka adalah para pujangga

Mereka adalah para penyair

Mereka tunjukkan jalan pembebasan

yang mampu melampaui Kematian

III

Jalan pembebasan itu tidaklah mudah

penuh perjuangan pengosongan diri

dan segenap kerendahan hati

Jalan itu bukanlah jalan yang egois

walau masing-masing harus menjalani sendiri

Jalan itu memerlukan rasa solidaritas

sebagai satu bangsa manusia

yang rentan ditelan Kematian

Jalan itu memerlukan empati dan simpati

Jalan itu membuka ruang bagi Cinta

sehingga Kata dapat menjelma dalam realita

Jalan itu mengharuskan manusia

membuka hati pada Kebijaksanaan

sehingga tercipta Damai di dunia

yang mempersulit ruang gerak Kematian

IV

Ras manusia perkasa

bangsa campuran dewa dan manusia

yang senantiasa menjadi panglima

dalam perang melawan Kematian

merasa terhina dan tidak terima

Mereka biasa memimpin pertempuran

untuk menghardik sergapan Kematian

Kini manusia tak lagi memerlukan

sebab telah memiliki jalan kedamaian

Ras manusia perkasa

memalingkan wajah kepada Kematian

mereka membuat kesepakatan

akan menuhankan Kematian

asal bisa menguasai dunia

Kematian meminta kepada mereka

menumpahkan darah para manusia

sehingga Bumi tergenang lautan merah

dan bau anyir memenuhi udara

Kematian menghendaki

Ketiadaan bangkit kembali

Maka, Bumi perlu dibajak

dan disuburkan dengan darah

Tatkala Ketiadaan merajai semesta

Ras manusia perkasa boleh menguasai bumi

menjadi penguasa lima samudera dan tujuh benua

yang memuja selalu kepada Kematian

Ras manusia perkasa angkat senjata

memuliakan Kematian sebagai Tuhan

menghunus pedang, membawa godam

dan mulai membantai para manusia

Pilihan bagi para manusia hanya dua:

memuliakan Kematian sebagai Tuhan

atau mati secara mengenaskan

Jika mereka memilih Kematian sebagai Tuhan

mereka akan hidup hingga tua, dan mati usia senja

Namun, jika tetap memilih jalan Kebijaksanaan

mereka akan mati segera dengan tubuh tanpa kepala

Di dalam nama Tuhan

manusia harus tunduk

atau mati terkutuk

V

Kematian kembali membawa derita, pedih, dan luka

menyelimutkannya kepada para manusia

dengan cara yang lebih memilukan

dan kengerian yang tak terperikan

Kembali manusia berseru kepada para dewa

Para dewa pun turun membantu manusia

Terjadilah perang yang dahsyat

Mereka melawan ras manusia perkasa

yang dipimpin langsung oleh Kematian

Para dewa dan manusia menderita kekalahan

Para dewa sirna, para manusia tiada

Dewa-dewa telah mati

Manusia-manusia binasa

Hanya beberapa yang tersisa

Manusia bersembunyi di gua-gua

mencampakkan Kitab Suci pusaka para rshi

mencampakkan pula jalan Kebijaksanaan

Sedang para Dewa kembali ke Langit

bersembunyi di balik rembulan

ketakutan

Kegentaran kini menjadi julukan Bumi

sebab hanya merah darah menggenangi

dan hanya bau anyir udara yang didapati

Menyaksikan kengerian yang sedemikian itu

Kebijaksanaan bersabda kepada para dewa

Namun, para dewa masih dihantui kengerian

Diselimutkan-Nya Cinta kepada para dewa

untuk menghangatkan hati mereka yang kecut

dan membakar kembali gelora keberanian mereka

VI

Pada mulanya adalah Kata

Kata itu bersama dengan Kebijaksanaan

Kata itulah Kebijaksanaan

Kata itu kini menjelma menjadi manusia

Dia mencari setiap manusia yang ngeri

dan menguatkan setiap hati

Dia susuri gua-gua persembunyian

untuk mengulurkan tangan kepada mereka

Diresapi-Nya mereka dengan Kebijaksanaan

Diselimutkan-Nya Cinta kepada mereka

Para manusia kembali diangkat-Nya

dan dikobarkan-Nya api keberanian

Para manusia baru itu keluar dari gua

dipimpin langsung oleh Sang Kata

mulut mereka memekikkan puisi

serta menyerukan doa dan puji

Sang Kata pun menengadah ke Langit

bersyukur kepada Kebijaksanaan

Serta-merta Langit terbuka

dan para dewa turun kembali ke dunia

Mereka bersatu menjadi satu legiun

Dikobarkan oleh gelora api Cinta

Manusia dan dewa bersatu

bersama Sang Kata

kembali mengangkat senjata

melawan Kematian dan ras manusia perkasa

VII

Pertempuran itu berlangsung dengan dahsyat

Pertempuran itu berlangsung hari ini

Pertempuran itu pertempuran zaman akhir

hingga Sang Kala berhenti memutar roda semesta

Ketika saat itu tiba, Kematian akan dikalahkan

dan ras manusia perkasa akan dibelenggu

Takkan lagi ada Kematian

hanya ada Kehidupan

di dalam Kata Cinta Kebijaksanaan

Sarang Kalong, 15 Juni 2012

Padmo “Kalong Gedhe” Adi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline