Lihat ke Halaman Asli

Kemenangan Kartini Kendeng, Pahlawan Ekologi Bangsa

Diperbarui: 12 Oktober 2016   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: nasional.kompas.com

Masih ingatkah kita dengan apa yang terjadi di Bulan April 2016. Siang di depan Istana Negara Republik Indonesia. Kala itu, matahari dengan panas yang sangat menyengat menjadi saksi bisu perjuangan para perempuan hebat 'Kartini Kendeng'. Mereka adalah petani wanita dari Pegunungan Kendeng yang belakangan kehidupannya terancam atas hadirnya sebuah korporasi semen yang beroperasi di wilayah subur pertanian, Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. 

(Yu Sukinah, Martini, Siyem, Karsupi, Sutini, Surani, Ngatemi, Ngadinah, Rapimbarwati) adalah sembilan petani wanita yang mewakili masyarakat Kendeng, berjuang mempertahankan tanah air kelahirannya dari ekspolitasi dan invansi ekonomi yang salah kaprah. Perjuangan itu di mulai dari hal kecil, kecil menjadi banyak, banyak menjadi besar, dan besar menjadi berpengaruh. Hingga pada 5 Oktober 2016 mereka meraih kemenangan atas hasil perjuangan. Pengajuan PK mereka di Mahkamah Agung memutus pada pembatalan ijin lingkungan dan penambangan pabrik semen tersebut dan melarang segala aktivitas pertambangan disana.

Kami turut bersuka cita atas kemenangan ini. Setelah banyak ibu-ibu kami yang diludahi, diseret rambutnya, diintimidasi, keluarganya dipukuli oleh oknum berseragam ataupun tak berseragam yang dihadirkan oleh perusahaan. Dan setelah cukup lama diplomasi dan menempuh jalur hukum di PTUN, PTTUN, MA, hingga tuntutan mereka dikabulkan dalam kasasi tingkat tinggi. Kami turut bangga dan percaya bahwa riwayat juang perempuan Indonesia tidak terhenti pada cetakan buku-buku sejarah, tetapi semangat perempuan Indonesia berkembang maju seirama dalam perjalanan republik.

Walau tak berparas cantik, tak pandai orasi, bukan dari kelompok terpelajar, tapi atas semangat juangnya, mereka pantas pendapat apresiasi sebagai pahlawan lingkungan. Ya, walau kiranya sangat layak, tapi mungkin bukan itu yang mereka cari. Tidak seperti duta-duta lingkungan saat ini yang berjuang hanya dengan menanam pohon saat diliput media. Perjuangan ini lebih pada pertaruhan kebenaran atas pembenaran-pembenaran yang selama ini terjadi. Ini menjadi oleh-oleh generasi tentang gemilang kemenangan rakyat atas korporasi semen nomer wahid di tanah air.

Kartini dan Kartini Kendeng
Pahlawan nasional kita Kartini, wafat pada usia 25 tahun atau empat hari setelah melahirkan anak tunggalnya. Kartini pada masanya, dikenal sebagai perempuan pribumi pertama yang melakukan perlawanan melalui perjuangan jender. Kala itu, dalam usia yang masih begitu muda pemikirannya sangat mempesona Eropa, hingga seorang menteri Belanda Mr. J. H. Abendadon mengumpulkan surat-surat Kartini dan kemudian diterbitkan dalam bentuk buku “Door Duisternis tot lichr” pada tahun 1911 yang diterbitkan dalam lima edisi, kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Agnes L. Symmers dengan judul “Letters of a Javanese Princess”

Jauh sebelum munculnya teori-teori perjuangan jender, Kartini sudah tampil sebagai aktor yang memotivasi dan menginspirai dunia. Hasil jerih payah perjuangan Kartini, kini perempuan sejajar dengan laki-laki, memiliki hak yang sama, dan tak lagi sekadar hidup di bawah ketiak laki-laki. Dalam pendidikan, politik, ekonomi, bahkan di dunia militer pun dapat kita lihat adanya perempuan yang berada di medan perang dengan turut mengangkat senjata.

Dewasa ini, banyak orang memiliki rasa keprihatinan yang sama, namun sedikit orang berani untuk bergerak secara terang-terangan membela apa yang memang seharusnya dibela. Semangat Kartini Kendeng sebagai penerima estafet perjuangan Kartini modern harus tetap berkobar sebagai benteng yang menghalau hal-hal yang mengancam masa depan. Apa yang dilakukan Kartini Kendeng menjadi refleksi gerakan perempuan dan gerakan lingkungan yang dapat diilhami orang banyak.

Sekali lagi, selamat atas kemenanganmu pejuang ekologis. Semoga semangatmu dapat diwarisi pada generasi yang akan datang sampai waktu yang tak terhingga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline