Lihat ke Halaman Asli

Wajah Penegakan Hukum Indonesia Tercoreng, Sadarkah SBY

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kompas cetak merilis, dua unsur pimpinan (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, akhirnya dikeluarkan dari tahanan setelah polisi menangguhkan penahanan mereka, Selasa (3/11) malam. Ini merupakan puncak ”drama” perseteruan antara kepolisian dan KPK. Sejumlah pihak meyakini langkah itu diambil setelah Mahkamah Konstitusi siang harinya membuka rekaman sepanjang 4,5 jam yang diduga berisi rekayasa perkara Bibit-Chandra. Kisah perseteruan Polri vs KPK ini sepertinya menjadi drama paling kolosal sejak Indonesia merdeka. bagaimana akhir drama ini setelah pemeran utama sudah berganti ke tangan Adnan Buyung Nasution Ketua TPF, tetap hasil akhirnya di tangan SBY sang sutradara. Pementasan hasil rekaman sudah diperdengarkan, hasil rekaman ini tentu syah dan tidak diragukan lagi karena di pentaskan dalam sidang MK, tempat muara segala persoalan hukum dituntaskan. Seperti buaya sesungguhnya sangat sigap dan gesit menerkam mangsanya, terlepas apakah Polri si buaya atau bukan, seharusnya seperti kesigapan densus 88 mengejar sang teroris, Polri harus segera menangkap dan menginterogasi semua pelaku yang disebut-sebut di dalam rekaman rekayasa KPK tersebut. Haruskah menunggu perintah sang sutradara atau pawang buaya SBY agar Polri segera bertindak ? Drama kolosol ini sudah mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia yang memang sejak dari dulu sudah peang alias bopeng, KPK digelari cicak pada salah satu sisi ada benarnya karena selama ini hanya mampu menangkap nyamuk-nyamuk para koruptor, sedangkan tikus-tikus dan serigala koruptor masih melenggang kangkung menjarah negeri ini seperti kasul BLBI dan bank century. Semoga ending drama kolosal ini berakhir klimaks, KPK mampu menegakkan kepala ke depan selain menangkap para nyamuk koruptor, juga mampu menangkap para tikus, serigala, dan drakula koruptor. edan negeri ini sudah menjadi dunia fauna, kemeriahan kebun binatang ragunan pun pudar karena drama kebinatangan ini. Juru Bicara Kepresidenan Dino Patti Djalal mengungkapkan, Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya. ”Beliau mau semua lembaga negara saling menjaga wibawa,” katanya. Jangan hanya merasa terganggu pak SBY, bapaklah sang sutradara dan pawangnya, drama ini sudah mencoreng penegakan hukum di Indonesia, jika sudah demikian adanya, tidak lain dan tidak bukan juga sudah mencoreng wajah SBY yang selama ini penuh senyum, santun menebar pesona, "sadarkah SBY...?" wallahualam. Kunjungi di SALAM DIALOG




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline