Lihat ke Halaman Asli

Kaliana Tantri

MAHASISWA ADMINISTRASI NEGARA UIN SUSKA RIAU

Maraknya Patologi Birokrasi: Sehingga Masyarakat Memandang Ini Sebuah Hal yang Negatif

Diperbarui: 19 Desember 2023   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribratanews 

Patalogi birokrasi merupakan sebuah penyakit yang ada didalam diri seseorang, dimana penyakit ini terjadi atas kebiasaan dan sudah ada sejak lama, dengan adanya patalogi birokrasi dapat menimbulkan kerugian pada publik maupun masyarakat. Pada dasarnya konsep yang berkembang sekarang ini adalah konsep yang dikembangkan oleh De Gournay dalam Albrow (1989:2), salah seorang perintis studi Birokrasi pada tahun 1764 di Perancis menemukan sebuah penyakit pemerintahan yang disebut "buruemania", untuk menyebutkan bentuk pemerintahan yang banyak dikeluhkan dimana para pejabat, juru tulis, sekretaris, para inspektur dan manajer diangkat bukan menguntungkan kepentingan umum. Akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok dan atau golongan. J.B. Kristiadi (1994:93), mengatakan bahwa birokrasi adalah merupakan struktur organisasi di sektor pemerintahan, yang memiliki ruang lingkup tugas-tugas sangat luas serta memerlukan organisasi besar dengan sumber daya manusia yang besar pula jumlahnya. Birokrasi yang dimaksudkan untuk penyelenggaraan bernegara, penyelenggaraan pemerintahan termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan umum dan pembangunan, seringkali oleh masyarakat diartikan dalam konotasi yang berbeda. Birokrasi seolaholah memberi kesan adanya suatu proses panjang yang berbelit-belit apabila masyarakat akan menyelesaikan suatu urusan dengan aparat pemerintah. Sondang P. Siagian (1994b), mengemukakan bahwa indicator patologi bersumber pada lima masalah pokok, yaitu Persepsi dan gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi,  Rendahnya pengetahuan dan keterampilan para pegawai pelaksana berbagai kegiatan operasional, Tindakan pejabat yang melanggar hukum, Perilaku birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif, Situasi internal berbagai instansi pemerintahan yang berakibat negatif terhadap birokrasi.

Di Indonesia, banyak sekali terjadi patalogi birokrasi, sehingga publik selalu memandang hal ini sangat negatif, dimana dengan banyaknya isu yang selalu muncul ke permukaan, yang berhubungan dengan kedudukan dan kewenangan pejabat publik, yakninkorupsi dengan beranekaragam bentuknya, lambatnya pelayanan, dan adanya prosedur yang berbelit belit, serta adanya kkn. Sehingga keadaan inilah yang dapat merusak hubungan antar sesama manusia, menghancurkan komunitas politik, dan negara hukum

Di lansir dari detikcom, pada senin bahwa Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri menahan kepala desa manjung berinisial HTN yang menjadi terdangka atas dugaan kasus tindak pidana korupsi. Dengan menyalahgunakan 61 persil lahan desa yang disewakan ke pohak ketiga, disewakan sejak tahun 2019 hingga 2022, banyak kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah

Sementara itu di CNN Indonesia, pada bulan November lalu bahwa KPK Sita uang Rp.525 Juta dari kasus Korupsi Pengadaan jalan kaltim, kpk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang. Sebanyak 5 di antaranya ditetapkan tersangka, terdiri dari dua orang penyelenggaraan negara dan tiga pihak swasta, semia ditahan selama 20 hari untuk kepentingan penyidiknya.

Dan kasus lainnta ialah pada bulan desember lalu KOMPAS.com Jaksa KPK Jebloaskan Eks Direktur LPDB KUMKM ke Lapas Sukamiskin, inisial D ialah salah satu terdakwa dugaan korupsi penyaluran dana bergulir fiktif LPDB-KUMKM yang diduga merugikan keuangan negara Rp.116,8 miliar. Dalam kasus ini majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp. 800 juta. Adapun pelaku lain dalam perkara penyaluran dana fiktif ini adalah ketua lengawasan koperasi pedagang kaki lima panca bhakti jawabarat DK.

Dari tiga kasus ini, masih banyak kasus patologi birokrasi lainnya, dan pastinya permasalahan ini sangat sulit diselesaikan jika tidak ada proses atau tindakan hukum yang dapat menjerat dari setiap tersangka ini dan juga sulit jika tidak ada kesadaran dari dalam diri tersangka. Maka dari itu solusi yang penulis sampaikan bahwa perlunya pencegahan dari berbagai strategi preventif, detektif, represif, dan juga perlu adanya pembinaan sumber daya manusia yang jujur dan ketegasan supremasi hukum yang kuat, membangun kode etik di sector parpol dan sector publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline