Lihat ke Halaman Asli

Panji Joko Satrio

Pekerja swasta, . Lahir di Purbalingga. Tinggal di Kota Lunpia.

Krisis Politik di Grobogan, Apa Solusinya?

Diperbarui: 9 April 2016   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi - mencari calon pemimpin (Shutterstock)"][/caption]Menang pilkada serentak tetapi meninggal dunia sebelum dilantik, itu yang dialami wakil bupati terpilih Kabupaten Grobogan Jateng Edy Maryono. Pada Pilkada Serentak 9 Desember tahun lalu, Edy yang juga Sekretaris DPC PKB Grobogan nyalon wabup. Dia berpasangan dengan Sri Sumarni dari PDIP. 

Pasangan Sri-Edy menang. Tetapi tiga hari sebelum dilantik, Edy wafat akibat serangan jantung. Pelantikan pun ditunda dan sekarang malah belum jelas. Seharusnya pasangan Sri-Edy dilantik 14 Maret atau 4 hari lalu. Pasalnya, akhir masa jabatan (AMJ) bupati sebelumnya adalah 14 Maret.

Lalu bagaimana solusinya? Haruskah Sri Sumarni dilantik sendirian (terlebih dahulu) atau menunggu partai mengusulkan pengganti Edy? Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sudah mengambil langkah dengan menetapkan sekda setempat sebagai plt bupati. Adapun pelantikan bupati terpilih, menunggu arahan Kemendagri.

Masyarakat sendiri punya banyak pendapat. Ada yang minta Sri dilantik dulu sebagai bupati, adapun wabub sementara kosong. Hal ini disuarakan salah seorang anggota dewan (DPRD Jateng). Ada yang berharap partai segera mengusulkan pengganti. Tapi jangan-jangan partai malah lama karena "usrek" di dalam.

Partai yang Mana?
Menurut Ganjar Pranowo, pengganti Edy yang wafat ditentukan oleh partai. Mungkin ada yang bertanya: partai yang mana? Pasangan itu diusung koalisi 4 partai, yakni PDIP, PKB, PAN, dan Hanura. Apakah secara hukum, otomatis pengganti Edy dari PKB? Atau PDIP punya hak besar karena bobotnya lebih tinggi (suara lebih banyak)? Atau 4 partai anggota koalisi punya hak yang sama tanpa memperhatikan "bobot"? Ini diatur dalam undang-undang secara detailkah?

Bisa saja, setelah peristiwa ini internal partai justru bergolak. Karena ada rebutan untuk mengganti posisi Edy. Ini yang akan membuat proses pengisian wabup menjadi lama. Dan bisa berkembang menjadi krisis politik.

Untungnya yang meninggal calon yang diusung partai. Bagaimana jika yang wafat calon perseorangan? Nanti prosedur penggantian bagaimana? Ya paling rasional lewat DPRD, ya kan? Tapi tinggal kita lihat undang-undangnya bagaimana? Jangan-jangan malah belum diatur. Karena bisa saja kan calon terpilih wafat? Atau terkena kasus yang setara "wafat" misalnya kena narkoba dll..

Lantas bagaimana situasi pemerintahan Grobogan sekarang? Apakah plt bupati (sekda) menjadi bupati secara defakto? Apa dia cuma "boneka" karena secara defakto bupati terpilih-lah yang menentukan kebijakan pemerintahan? Kalau ingin tahu, harus banyak ngopi he...

Tugas Cerdik-Pandai
Kasus Grobogan harus menjadi perhatian bersama. Utamanya dalam hal pentingnya kita menyusun undang-undang yang baik tanpa "bug". Agar UU-nya baik, para cerdik pandai harus terlibat.

Celakanya, mayoritas cerdik-pandai di negeri ini malah lupa tugasnya. Lebih asyik mencari sesuap nasi yang sebenarnya "hak" kaum awam. Di sisi lain, kita juga kerap mengabaikan kaum cerdik-pandai. Kalau milih pemimpin, yang dipilih yang bagi duit.

Sudah gitu aja. Selamat siang!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline