Tampaknya kosakata "mungkin" atau "kemungkinan" makin menghilang. Sudah diganti dengan pasti atau kepastian.
Belasan tahun silam saja, kata "mungkin" sudah mulai menghilang. Itu saat saya masih mahasiswa dan mengikuti jalan sehat berhadiah yang diadakan sebuah lembaga pemerintah. Peserta bejibun karena hadiahnya menggiurkan. Bayangin, cuma beli tiket goban (lima ribu), jika beruntung bisa nyangkut di doorprize utama berupa mobil atau sepeda motor.
Tapi dooprize utama realitanya cuma vote getter. Saya tahu persis hadiah-hadiah yang menerbitkan liur itu cuma tipuan karena yang dapet ya konco-konco si panitia sendiri. Jadi sudah tidak ada yang namanya "peluang" atau "kemungkinan". Karena "rezeki" itu sudah diatur untuk pasti jatuh ke tangan orang-orang tertentu yang dekat dengan penguasa (dalam berbagai konteks).
Menang undian berhadiah di mal? Ah, itu seperti menunggu timbulnya watu item. Menurut pengamatan saya, banyak yang tipa-tipo. Zaman kuliah dulu saya masih suka iseng, sehingga berhasil membuktikan (minimal bukti untuk diri sendiri) bahwa penarikan hadiah di suatu mal di kotaku cuma rekayasa.
Entah di mana aparat yang bertugas untuk mengawasi proses itu. Jangan bicara perihal amanah, tugas, dan tanggug jawab di zaman sekarang. Semua kosakata itu sudah terkubur di gua kahfi selama ribuan tahun.
Saya pernah diejek kawan yang bekerja sebagai penyiar. Gara-garanya, mengikuti kuis berhadiah via telepon di sbeuah radio. Kawan saya ngomong, lha memangnya penyiar radio itu tidak punya keponakan, teman, karib, pacar, atau konco dekat yang perlu dikasih hadiah?
Begitulah, jangankan undian berhadiah yang memang untung-untungan. Hampir semua agenda publik di negeri ini, sudah dirambah virus "kepastian".
Kalau ada lowongan kerja di suatu lembaga atau instansi, maka jauh sebelum lowongan itu dibuka, sudah ada kepastian siapa-siapa yang akan mengisinya. Kadangkala malah lowongan itu diciptakan atau diada-adakan semata untuk menampung orang-orang dekat penguasa itu sendiri. Entah keluarganya, entah tim suksesnya dalam pilkada, dan lain-lain.
Lalu, adakah yang tersisa bagi entitas yang disebut "rakyat" atau "orang biasa" atau (apalagi) orang miskin" dan golongan lemah lain? Sudahlah, kalian menangis saja keras-keras! Salah sendiri kalian tidak mampu membangun posisi tawar!
Di sisi yang berbeda, orang-orang bersiasat untuk memastikan suatu "kepastian" jatuh kepadanya. Sekarang mafia bukan monopoli elit, para makelar kroco bahkan orang kecil saja sudah pintar bermafia. Apa tidak malu kepada Dia yang maha kuasa tetapi tetap welas asih dan menyayangi makhluknya?
Gen Spiderman
Saya tersenyum gembira membaca berita, seorang profesor di luar negeri melakukan penelitian ilmiah dan berhasil membuktikan bahwa tidak mungkin manusia mengalami mutasi gen menjadi "manusia laba-laba" alias spiderman. Si profesor berhasil memastikan bahwa film spiderman itu tetap akan menjadi khayalan semata dan tidak mungkin terjadi.