Lihat ke Halaman Asli

Panji Joko Satrio

Pekerja swasta, . Lahir di Purbalingga. Tinggal di Kota Lunpia.

Menjadi Pengantin Harus Rela Dibodohkan

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap pengantin adalah orang bodoh di hadapan dukun pengantin (kata "setiap" mohon jangan diperdebatkan). Itu yang saya alami ketika menikah dulu dan melihat saudara-kawan naik pelaminan.

Prosesi pengantin itu bersifat rahasia. Hanya dukun yang tahu urut-urutan prosesnya. Si mempelai harus rela diatur-atur melalui instruksi seketika. Bahkan saking bodohnya, pengantin harus dituntun untuk sekadar menginjak telur atau melempar daun sirih.

Jujur saya ingin protes. Mengapa sih urutan prosesi itu tidak diketik dan diprint sehari sebelumnya? Sehingga mempelai bisa membcaa dan menghafalkan prosesnya. Atau sejam sebelumnya, dilakukan semacam briefing. Nanti urutan upacaranya begini-begitu. Sehingga mempelai tak harus dituntun dan terlihat bodoh di hadapan banyak pasang mata.

Apa nggak bisa nyari sendiri di internet? Bisa sih, tapi kan versinya beda-beda. Dan kita tak tahu versi mana yang "dianut" di dukun.

Saya punya prasangka buruk bahwa dukun pengantin sengaja merahasiakan. Agar dia jadi satu-satunya tanpa saingan. Coba kalau urutan prosesi itu mudah dipelajari, nanti banyak saingan, kan? Duh, kejamnya prasangka saya.

Ilmu yang Bermanfaat
Ilmu itu tinggi nilainya. Merupakan amal yang tak putus pahalanya ketika kita meninggal dunia.

Untuk berbagi ilmu (yang bermanfaat), seseorang harus ikhlas. Karena orang  yang kita ajari bisa "mengalahkan" kita. Dalam hal karir atau bisnis misalnya. Maka terpujilah (bapak ibu guru) yang ikhlas membagikan ilmunya kepada murid.

Informasi juga tinggi nilainya. Begitu berharganya sehingga para jin dan iblis kerap datang ke pintu langit untuk mencuri informasi. Saya nggak tahu, ini haditsnya sahih atau tidak. Mohon yang lebih berkompeten memberi pencerahan.

Kita diajari agar meniru sikap nabi yakni "tabligh" alias menyampaikan. Jadi, sampaikan setiap informasi kepada semua orang.  Nasihat ini terutama berlaku bagi orang-orang yang diamanati untuk itu.

Tabligh (menyampaikan) gampang diucapkan tapi susah diamalkan. Karena justru banyak yang "anti-tabligh". Kakak saya yang bekerja sebagai pamong desa bercerita. Desanya mendapat pemberitahuan lowongan sarjana untuk pendamping desa.

Tapi surat pemberitahuan itu datang terlambat. "Besoknya batas akhir pendaftaran, magrib suratnya baru nyampai ke kelurahan. Jadi tidak ada waktu untuk mengumumkan," kata kakak saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline