Film Exodus: Gods and Kings sudah mulai tayang di layar bioskop Indonesia. Ceritanya tentang Nabi Musa yang berperang melawan tirani Fira'un.
Film ini terbilang lebih beruntung dibanding pendahulunya Noah. Cerita tentang Nabi Nuh ini gagal tayang. Karena dianggap memunggungi dua kitab suci sekaligus: Bibble (Injil) dan Alquran.
Film dan agama memang kerap jadi seteru. Film adalah karya imajinasi adapun kitab suci bagi umatnya merupakan kebenaran hakiki. Maka kitab suci takan gampang membuka tangan terhadap fiksi.
Banyak penganut agama kurang sreg pem-film-an kitab suci. Mereka khawatir film tersebut tak sesuai isi kitab suci. Karena kisah-kisah dalam kitab suci bukan semata dogma. Melainkan serangkaian teks sastrawi yang memberikan petunjuk dan kebenaran dengan bahasa simbolik dan penuh metafor.
Setiap upaya visualisasi (pem-film-an) akan mengalami kendala. Lantaran adegan-adegan dalam kitab suci tak bisa dibaca secara harfiah. Dia butuh ditafsirkan. Yang boleh menafsirkan bukan orang sembarangan dan metodanya pun tak bisa serampangan. Pun, tafsir kitab suci selalu berkembang mengikuti tingkat peradaban dan pemikiran umatnya.
Tengoklah kisah Nabi Isa AS misalnya. Yang dalam kitab suci dinyatakan ketika masih bayi bisa berbicara untuk membuktikan kesucian Maryam. Apakah yang dimaksud dengan 'berbicara'? Apakah harfiah atau metafor? Ada yang menyatakan harfiah, ada pula menilai metafor. Pendek kata, multitafsir. Lalu bagaimana kisah yang multitafsir di-film-kan?
Tapi barangkali film memang tak dimaksudkan untuk menafsirkan kitab suci. Dia hanya memberikan hiburan. Adapun pemilihan jalan cerita dengan menggunakan konten agama, mungkin untuk mendekatkan diri dengan konsumen.
Film tentang Noah, Moses, atau Salomon, oleh produsennya, diharapkan menarik minat banyak penonton. Karena jutaan atau bahkan miliaran orang merasa dekat dengan kisah itu.
Yang repot jika isi film (dianggap) bertentangan dengan kitab suci. Bisa muncul protes atau penentangan. Kadangkala produses film terkesan malah sengaja bikin film yang 'keliru'. Entah agar jadi sensasi kemudian laku keras atau sengaja melecehkan agama (?).
Yang jelas, produsen film adalah para penanam modal. Yang ingin mendapat untung dari film yang dibuatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H